Andai rasa sayang itu memiliki wujud fisik dan ilegal seperti kokain
Tentu sekarang gw sudah ditahan dan ikut rehabilitasi
karna kecanduan sayang, menikmati sakau yang menyiksa...
Sayang itu seperti candu
Setiap lintingan rasa, bau, dan sensansinya membuat ketagihan...
Talks About Conflict
Ada joke yg mengatakan ketika seorang bayi lahir, konflik juga lahir barengan dengan bayi itu sebagai kembarannya. Joke yg ngegambarin betapa manusia ga pernah lepas dari yg namanya konflik. Gara-gara konflik peradaban suatu bangsa bisa berubah, karna konflik itu sendiri menghadirkan dilema-dilema. Dimana dilema-dilema tersebut mengharuskan seseorang membuat keputusan yg bahkan terkadang berimplikasi teradap hajat hidup orang banyak.
Konflik yg dialami oleh individu juga ga kalah dilematis dibanding konflik-menyangkut-hajat-hidup-orang-banyak-tadi. Karna konflik individu yg akan mempengaruhi kehidupannya kedepan itu juga melibatkan pihak-pihak yg berada disekitarnya seperti blackhole yg mengisap kuat benda-benda angkasa yg berada dalam jangkauan gravitasinya.
Kalo divisualisasikan dengan hamparan ruang angkasa maka akan terlihat banyak sekali blackhole yg berdekatan—nyaris berimpitan--karna ruang angkasa tersebut telah terisi penuh oleh blackhole dan benda angkasa lainnya sebagai gambaran tiap konflik yg dialami oleh tiap individu. Tak jarang suatu benda tertarik kuat oleh dua buah blackhole, bahkan ada juga blackhole besar yg menarik beberapa blackhole yg lebih kecil yg berada didekatnya. Mengenaskan.
Berdasar yg gw tau, ilmu psikologi telah membagi tiga tipe dasar untuk mengklasifikasi ‘blackhole-blackhole individu’ yg terus bermunculan kek sekumpulan jerawat yg menjajah wajah seorang anak yg baru memasuki masa remaja: belum tuntas yg satu, yg lainnya sudah datang bergerombolan.
Dari tiga jenis konflik individu, yg paling sering menghampiri en tergolong gampang buat diatasi yaitu konflik mendekat-mendekat dan konflik menjauh-menjauh. Konflik mendekat-mendekat mencakup hal-hal yg sama-sama diinginkan oleh orang yg mengalami konflik tersebut, sedangkan konflik menjauh-menjauh dialami oleh orang yg ingin menjauhi hal-hal yg tak diingininya. Fait accompli.
Sedangkan yg jarang mendatangi namun paling runyam buat diselesein yaitu gabungan kedua konflik yg gw sebut sebelumnya dan saling bertentangan: konflik mendekat-menjauh. Konflik yg menyebabkan individu yg mengalaminya tersesat dalam kebimbangan hati, terjebak di labirin pemikiran.
Dan ga ada seorangpun manusia yg ngarepin berada di posisi demikian. Yang bikin parah seandainya konflik mendekat-menjauh itu sudah datang sekarang namun baru bisa dituntaskan di masa mendatang. Tak terperi siksa batin yg akan dialami di masa sebelum penuntasan konflik tersebut, bahkan masa penyiksaan itu bukan jaminan konflik dapat berakhir dengan baik. Adakalanya justru melahirkan konflik-konflik baru yg lebih menyiksa.
Bukan sesuatu yg ga mungkin kalo konflik mendekat-menjauh itu diselesaikan diawal datangnya konflik. Bahkan akan lebih baik bila segera tuntas sehingga penderita konflik terhindar dari dilema batin yang mendalam. Namun ga semua orang memiliki keberanian untuk menyelesaikan konlfik mendekat-menjauh yg dialaminya diawal waktu. Banyak hal yg bisa dipelajari dari orang-orang seperti ini. Masalahnya menemukan orang-orang seperti ini seperti mencari daun hijau muda di saat musim gugur. Langka.
Kenyataan bahwa galaunya perasaan sang penderita konflik beserta kenyataan sulitnya menemukan pedoman serta merta menyeret seluruh aspek hidupnya untuk terlibat dalam kerisauan. Dimana kerisauan tersebut hanya mampu memandangi penderita konflik yang berjalan oleng membimbing langkahnya tanpa pegangan, sendiri meraba-raba dalam kelabu hamparan persimpangan.
Pada akhirnya kita tetap harus menentukan sikap, berpihak pada satu simpang. Apapun jenis konflik, bagaimana datangnya, apa saja dimensinya, siapapun yg terlibat, semua tak lepas dari diri penderita juga, dialah yang harus menyelesaikannya sebagai tanggungjawab dirinya yang terjebak dengan kondisi demikian. Dengan sedikit keluasan hati, segala rangkaian kejadian yang mungkin mendatangi setelahnya bisa kita ambil sebagai ibroh, kepekaan hati, pengantar kebijaksaan, betapapun memilukan… wallaahualam.
Konflik yg dialami oleh individu juga ga kalah dilematis dibanding konflik-menyangkut-hajat-hidup-orang-banyak-tadi. Karna konflik individu yg akan mempengaruhi kehidupannya kedepan itu juga melibatkan pihak-pihak yg berada disekitarnya seperti blackhole yg mengisap kuat benda-benda angkasa yg berada dalam jangkauan gravitasinya.
Kalo divisualisasikan dengan hamparan ruang angkasa maka akan terlihat banyak sekali blackhole yg berdekatan—nyaris berimpitan--karna ruang angkasa tersebut telah terisi penuh oleh blackhole dan benda angkasa lainnya sebagai gambaran tiap konflik yg dialami oleh tiap individu. Tak jarang suatu benda tertarik kuat oleh dua buah blackhole, bahkan ada juga blackhole besar yg menarik beberapa blackhole yg lebih kecil yg berada didekatnya. Mengenaskan.
Berdasar yg gw tau, ilmu psikologi telah membagi tiga tipe dasar untuk mengklasifikasi ‘blackhole-blackhole individu’ yg terus bermunculan kek sekumpulan jerawat yg menjajah wajah seorang anak yg baru memasuki masa remaja: belum tuntas yg satu, yg lainnya sudah datang bergerombolan.
Dari tiga jenis konflik individu, yg paling sering menghampiri en tergolong gampang buat diatasi yaitu konflik mendekat-mendekat dan konflik menjauh-menjauh. Konflik mendekat-mendekat mencakup hal-hal yg sama-sama diinginkan oleh orang yg mengalami konflik tersebut, sedangkan konflik menjauh-menjauh dialami oleh orang yg ingin menjauhi hal-hal yg tak diingininya. Fait accompli.
Sedangkan yg jarang mendatangi namun paling runyam buat diselesein yaitu gabungan kedua konflik yg gw sebut sebelumnya dan saling bertentangan: konflik mendekat-menjauh. Konflik yg menyebabkan individu yg mengalaminya tersesat dalam kebimbangan hati, terjebak di labirin pemikiran.
Dan ga ada seorangpun manusia yg ngarepin berada di posisi demikian. Yang bikin parah seandainya konflik mendekat-menjauh itu sudah datang sekarang namun baru bisa dituntaskan di masa mendatang. Tak terperi siksa batin yg akan dialami di masa sebelum penuntasan konflik tersebut, bahkan masa penyiksaan itu bukan jaminan konflik dapat berakhir dengan baik. Adakalanya justru melahirkan konflik-konflik baru yg lebih menyiksa.
Bukan sesuatu yg ga mungkin kalo konflik mendekat-menjauh itu diselesaikan diawal datangnya konflik. Bahkan akan lebih baik bila segera tuntas sehingga penderita konflik terhindar dari dilema batin yang mendalam. Namun ga semua orang memiliki keberanian untuk menyelesaikan konlfik mendekat-menjauh yg dialaminya diawal waktu. Banyak hal yg bisa dipelajari dari orang-orang seperti ini. Masalahnya menemukan orang-orang seperti ini seperti mencari daun hijau muda di saat musim gugur. Langka.
Kenyataan bahwa galaunya perasaan sang penderita konflik beserta kenyataan sulitnya menemukan pedoman serta merta menyeret seluruh aspek hidupnya untuk terlibat dalam kerisauan. Dimana kerisauan tersebut hanya mampu memandangi penderita konflik yang berjalan oleng membimbing langkahnya tanpa pegangan, sendiri meraba-raba dalam kelabu hamparan persimpangan.
Pada akhirnya kita tetap harus menentukan sikap, berpihak pada satu simpang. Apapun jenis konflik, bagaimana datangnya, apa saja dimensinya, siapapun yg terlibat, semua tak lepas dari diri penderita juga, dialah yang harus menyelesaikannya sebagai tanggungjawab dirinya yang terjebak dengan kondisi demikian. Dengan sedikit keluasan hati, segala rangkaian kejadian yang mungkin mendatangi setelahnya bisa kita ambil sebagai ibroh, kepekaan hati, pengantar kebijaksaan, betapapun memilukan… wallaahualam.