By the way postingan gw tentang kemerdekaan taun ini yang menyinggung-nyinggung tentang Aceh memang gw inget lagi dengan sosok tokoh Belanda di Aceh, Snouck Hugronje. Gw tau nama itu awalnya dari belajar sejarah pas SMA, sayang info lebih lanjut tentang tokoh itu ga dibahas mendalam di buku literature, namun dari ulasan terbatas tersebut ada satu paragraf mencolok yang bikin gw penasaran dengan si Snouck ini.
gambar
Paragraf itu mengatakan bahwa sampai 1904 Aceh masih belum terkalahkan dan menjadi satu-satunya wilayah Indonesia yang belum bisa dijajah Belanda. Namun setelah itu bisa dijajah setelah kedatangan Snouck Hugronje ke sana. Cuma itu saja tanpa keterangan lebih lanjut yang menjelaskan detail profil Snouck.
Dan setelah gw cari-cari tau, hal yang menarik adalah ternyata Mr. Snouck itu sama sekali bukan seorang tentara perang, bukan jenderal Belanda, ataupun orang pemerintahan Hindia Belanda. Snouck awalnya hanya seorang pendeta.
Sebagaimana kita tau Aceh menjadi salah satu pintu masuk saudagar dalam berdagang dan menyampaikan ajaran Islam di Sumatra. Ga heran ajaran Islam begitu kuat di sana. Ajaran Islam membuat masyarakat dan pejuang Aceh menjadi lebih tangguh, tak mempan diancam mati, tak mampu di adu domba. Kenyataan yang membuat kumpeni jadi gemes sama Aceh.
Hal itu membuat Belanda heran kenapa kok sebegitu susahnya untuk menaklukkan Aceh. Sebagaimana kita tau juga misi mereka selain gold dan glory, mereka juga memiliki target gospel. Mereka mengganti taktik dari perang terbuka dengan menyisipkan mata-mata ke dalam komunitas masyarkat Aceh. Orang yang disisipkan itulah Snouck.
Snouck bisa disisipkan karena sebagai pendeta dalam misi gospel paling nggak sedikit banyak tau tentang ajaran Islam. Biar lebih meyakinkan, Belanda mengirim Snouck ke Mekkah untuk berhaji. Di sana Snouck menjadi mualaf dengan tujuan yang salah. Dia juga sempet menggunakan embel-embel nama Islami, berkenalan dan menjalin link dengan syekh-syekh besar di sana yang juga memiliki kenalan dengan tokoh-tokoh Islam di Aceh.
Dari hasil mempelajari Islam dan perkenalan itulah Snouck dengan mudah masuk berinfiltrasi dengan masyarakat Aceh. Masyarakat dan pejuang Aceh yang kemudian percaya kepadanya menjadi tak sungkan untuk berbagi rahasia dan informasi pertahanan Aceh. Informasi tadi yang dibocorkan Snouck kepada tentara Belanda sehingga setelah itu bisa dengan mudah menjajah Aceh.
Seratus tahun sejak 1904 itu, pro-kontra tentang Snocuk Hugronje masih banyak diperdebatkan di beberapa forum. Banyak yang membenci karena beliau seorang mata-mata dan pengkhianat, mengkhianati masyarakat Aceh dan agama Allah (guru sejarah SMA gw pernah cerita karena ulahnya menggunakan Islam hanya untuk menjajah, Snouck mengalami sakratul maut yang berat, dan gw ga tau kebenaran sesungguhnya bagaimana).
Banyak juga yang menganggap Snouck bukan orang yang bersalah sesungguhnya karena dia orang suruhan dan bagaimanapun adalah bagian tokoh sejarah Aceh yang juga kemudian menjadi bagian dari sejarah Indonesia. Apalagi Snouck juga memiliki anak keturunan yang notabene adalah putra-putri Indonesia juga.
Gw sebagai anak muda buta sejarah hanya mencoba saja mengambil posisi tengah. Menimbang tiap aspek lebih dan kurangnya. Ibaratnya sama kayak mempelajari Deandels, walaupun menyuruh kerja paksa bikin jalan Pantura kan jalannya tetap kita nikmati sekarang, sama juga kerja paksa proyek kanal banjir di Jakarta yang ternyata sekarang menjadi satu-satunya kanal banjir yang berkontribusi mengurangi kebanjiran di Jakarta, begitu juga dengan Thomas S. Rafles, biarpun seorang penjajah tapi bunga yang ditemukannya menjadi bunga langka khas Indonesia juga kan.
HUT RI 2011, Baru 66 Tahun atau Sudah 66 Tahun?
Sama kek taun lalu, HUT Kemerdekaan RI 2011 jatuhnya pas di bulan yang suci ini. Balik lagi ke 66 tahun lalu, Jumat jam 10 pagi ketika Bung Karno membaca teks proklamasi itu kan pas Ramadhan juga (tapi waktu itu tanggal 10 Ramadhannya). Istimewa sekali timing kemerdekaan kita di bulan suci setelah 350 tahun kena jajah kumpeni.
gambar
Tapi konon kabarnya saudara-saudara kita di Aceh bakal tersinggung berat kalau kita bilang Indonesia dijajah 350 tahun. Karena sejarah mencatat kalo DI Aceh baru bisa ditaklukkan pada 1904. Nggak sampai setengah abad kan!
Dan ketangguhan pejuang-pejuang Aceh pun takluk bukan karena perang terbuka secara langsung. Pejuang Aceh yang terbukti tak bisa dikalahkan, tak mempan di-devide et impera-kan kayak daerah lain, baru bisa dikalahkan setelah Snouck Hugronje disusupkan ke sendi kehidupan sosial bermasyarakat di sana. Salut gw sama Belanda, salut yang bikin kesel juga. Tapi paling nggak itu menunjukkan bahwa memang rakyat Aceh dan ajaran Islam sana terbuka terhadap pihak manapun yang datang secara baik.
Dan setelah dengan itu semua, pemerintah RI kerap kali merugikan Aceh baik secara politis dan ekonomis, ingat dengan Arutmin kan? Wajar dong Aceh minta merdeka. Itu juga yang lagi terjadi di Papua sana.
Setelah pada 1960an pemerintah merebut kembali Papua dari pasukan sekutu, eh habis itu malah ditelantarkan. Udah gitu, masyrakat Papua sendiri nggak menikmati tanah mereka yang kaya emas. Disedot abis oleh pemerintah yang bikin kontrak-kontrak konyol dengan Freeport. Logis juga Papua minta merdeka, karena mereka sekarang dijajah tak langsung oleh bangsa sendiri, dimiskinkan dan diijon di atas tanah ulayat mereka yang kaya.
Seperti pameo bilang right man in the right place in the right time, gw berkeyakinan seluruh aspek pemerintahan di Nusantara saat ini nggak berkompetensi mengelola negara segede Indonesia. Gw bukannya meragukan kemampuan aparat negara, cuma kemampuannya belum bisa menjangkau seluruh Indonesia. Our country is bigger and more complex than our governmental skills.
Contoh aja waktu Indonesia International Motor Show kemaren, pemerintah menyatakan kebanggaan dengan pesatnya kemajuan industri otomotif di Indonesia. Tapi kemajuan otomotif itu yang menyebabkan daerah-daerah di Indonesia menjadi makin macet. Kemajuan otomotif seharusnya diiringi kemajuan sarana infrastruktur, moda publik, perbaikan lingkungan akibat karbondioksida yang makin banyak, dan edukasi berkendara kepada masyarakat.
Beruntunglah Indonesia sekarang memiliki berbagai gerakan, perkumpulan, kegiatan, atau apapun namanya yang diisi oleh generasi-generasi berenergi positif terhadap kemajuan negara ini. Baik itu seni, teknologi, budaya, olahraga, pendidikan dan yang lainnya. Walaupun hal positif tersebut baru dirasakan secara parsial di beberapa bidang tertentu tapi itu bisa saja menjadi cikal bakal perekat bidang lainnya.
Kita tunggu saja. Sekarang kita resapi saja kemerdekaan yang 66 tahun ini dengan satu pertanyaan: Indonesia SUDAH 66 tahun, atau BARU 66 tahun?
gambar
Tapi konon kabarnya saudara-saudara kita di Aceh bakal tersinggung berat kalau kita bilang Indonesia dijajah 350 tahun. Karena sejarah mencatat kalo DI Aceh baru bisa ditaklukkan pada 1904. Nggak sampai setengah abad kan!
Dan ketangguhan pejuang-pejuang Aceh pun takluk bukan karena perang terbuka secara langsung. Pejuang Aceh yang terbukti tak bisa dikalahkan, tak mempan di-devide et impera-kan kayak daerah lain, baru bisa dikalahkan setelah Snouck Hugronje disusupkan ke sendi kehidupan sosial bermasyarakat di sana. Salut gw sama Belanda, salut yang bikin kesel juga. Tapi paling nggak itu menunjukkan bahwa memang rakyat Aceh dan ajaran Islam sana terbuka terhadap pihak manapun yang datang secara baik.
Dan setelah dengan itu semua, pemerintah RI kerap kali merugikan Aceh baik secara politis dan ekonomis, ingat dengan Arutmin kan? Wajar dong Aceh minta merdeka. Itu juga yang lagi terjadi di Papua sana.
Setelah pada 1960an pemerintah merebut kembali Papua dari pasukan sekutu, eh habis itu malah ditelantarkan. Udah gitu, masyrakat Papua sendiri nggak menikmati tanah mereka yang kaya emas. Disedot abis oleh pemerintah yang bikin kontrak-kontrak konyol dengan Freeport. Logis juga Papua minta merdeka, karena mereka sekarang dijajah tak langsung oleh bangsa sendiri, dimiskinkan dan diijon di atas tanah ulayat mereka yang kaya.
Seperti pameo bilang right man in the right place in the right time, gw berkeyakinan seluruh aspek pemerintahan di Nusantara saat ini nggak berkompetensi mengelola negara segede Indonesia. Gw bukannya meragukan kemampuan aparat negara, cuma kemampuannya belum bisa menjangkau seluruh Indonesia. Our country is bigger and more complex than our governmental skills.
Contoh aja waktu Indonesia International Motor Show kemaren, pemerintah menyatakan kebanggaan dengan pesatnya kemajuan industri otomotif di Indonesia. Tapi kemajuan otomotif itu yang menyebabkan daerah-daerah di Indonesia menjadi makin macet. Kemajuan otomotif seharusnya diiringi kemajuan sarana infrastruktur, moda publik, perbaikan lingkungan akibat karbondioksida yang makin banyak, dan edukasi berkendara kepada masyarakat.
Beruntunglah Indonesia sekarang memiliki berbagai gerakan, perkumpulan, kegiatan, atau apapun namanya yang diisi oleh generasi-generasi berenergi positif terhadap kemajuan negara ini. Baik itu seni, teknologi, budaya, olahraga, pendidikan dan yang lainnya. Walaupun hal positif tersebut baru dirasakan secara parsial di beberapa bidang tertentu tapi itu bisa saja menjadi cikal bakal perekat bidang lainnya.
Kita tunggu saja. Sekarang kita resapi saja kemerdekaan yang 66 tahun ini dengan satu pertanyaan: Indonesia SUDAH 66 tahun, atau BARU 66 tahun?
Cerita Gambar Sapi Makan Rumput
Cerita adaptasi kartun Animaniac.
Seorang murid disuruh bikin gambar sama gurunya. Selang 2 detik anak tersebut langsung berteriak, "Sudah jadi!!!"
"Kok bisa sudah jadi aja?" Gurunya bertanya heran.
"Sudah kok bu."
"Mana coba saya liat gambarnya." Si guru lantas mengambil kertas gambar anak itu yang ternyata berupa halaman kosong saja. "Lho apa ini? Mana gambarnya?"
"Itu gambar rumput dimakan sapi bu."
"Kosong gini kok, mana rumputnya?"
"Sudah habis dimakan sapi bu."
"Trus sapinya mana? Juga ga ada."
"Ya sapinya udah pergi dong bu karena rumputnya sudah habis..."
Seorang murid disuruh bikin gambar sama gurunya. Selang 2 detik anak tersebut langsung berteriak, "Sudah jadi!!!"
"Kok bisa sudah jadi aja?" Gurunya bertanya heran.
"Sudah kok bu."
"Mana coba saya liat gambarnya." Si guru lantas mengambil kertas gambar anak itu yang ternyata berupa halaman kosong saja. "Lho apa ini? Mana gambarnya?"
"Itu gambar rumput dimakan sapi bu."
"Kosong gini kok, mana rumputnya?"
"Sudah habis dimakan sapi bu."
"Trus sapinya mana? Juga ga ada."
"Ya sapinya udah pergi dong bu karena rumputnya sudah habis..."
Wisata Tarwih
Ramadhan kali ini gw nyoba jalanin rencana yang belum jadi-jadi dilakukan di ramadhan sebelumnya, wisata tarwih. Tahun lalu sudah ada sih sekali gw pergi tarwihan sama pacar di daerah Olo gitu, tapi baru sekali itu juga, he.
Tahun ini gw mau coba lagi di lebih banyak mesjid, dan Alhamdulillah, di tiga malam ramadhan pertama ini gw telah sholat di tiga mesjid berbeda. Yeah, walaupun cuma deket-deket rumah juga.
kenapa gw mau pindah-pindah masjid untuk tarawehan? kalau alasan filosofisnya biar terdengar bijak ya karena gw pengin tau tradisi malam ramadhan di masjid di tempat-tempat lain. Tsaah.
Alasan utama: mau cari tempat solat tarwih yang cepat kelar!
Karena jujur gw kurang tenang untuk duduk lama-lama di mesjid dengan berbagai seremonial Ramadhan. Apa itu berarti gw suka beribadah ramadhan? Gw suka, tapi nggak suka dengan seremonial-seremonial yang macem-macem.
Gw seneng dulu di Jurangmangu di masjid MBM habis Isya jamaah dan solat sunat, ga ada panjang-panjang bla-bla-bla, wirid dikit trus langsung tarwihan. Malah di musola Mujahiddin ga pakai wirid, jadi siap isya sama solat sunat langsung tarwih. Mantap dah!
Jadi sekarang gw kalo tarwehan nyari tempat masjid yang kek gini:
- protokoler acara yang SINGKAT dan nggak bertele-tele, karena ada juga mesjid yang bikin sesi 'curhatan' pengurusnya,
- ustad wiridnya yang semangat dengan pengajian yang segar,
- bisa gw jangkau dengan waktu kira-kira 10 menitan sebelon isya, karena gw kalau buka memang sangat menghayati dan mendalami, hehe
Dari tiga mesjid yang udah gw satroni, satu mesjid komplek gw sendiri, satu mesjid di komplek seberang selatan, satu mesjid di pinggir jalan raya deket pabrik biskuit, ternyata rata-rata rundown acara tarwihnya sama, dan menurut gw memang udah kayak gitu standar tak tertulisnya untuk mesjid-mesjid di Padang ini.
Tapi biarpun begitu gw tetep seneng dengan wisata tarwih ini karena bisa ngerasain suasana mesjid dan jamaah yang berbeda-beda. Masalah tarwihannya yang bakalan cepat selesai atau nggak, itu cuman karna gw yang males aja ya, hehe..
Semoga gw tetep bisa lanjutin mengingat ramadhan masih 1/10 waktu. Coba deh...
Tahun ini gw mau coba lagi di lebih banyak mesjid, dan Alhamdulillah, di tiga malam ramadhan pertama ini gw telah sholat di tiga mesjid berbeda. Yeah, walaupun cuma deket-deket rumah juga.
kenapa gw mau pindah-pindah masjid untuk tarawehan? kalau alasan filosofisnya biar terdengar bijak ya karena gw pengin tau tradisi malam ramadhan di masjid di tempat-tempat lain. Tsaah.
Alasan utama: mau cari tempat solat tarwih yang cepat kelar!
Karena jujur gw kurang tenang untuk duduk lama-lama di mesjid dengan berbagai seremonial Ramadhan. Apa itu berarti gw suka beribadah ramadhan? Gw suka, tapi nggak suka dengan seremonial-seremonial yang macem-macem.
Gw seneng dulu di Jurangmangu di masjid MBM habis Isya jamaah dan solat sunat, ga ada panjang-panjang bla-bla-bla, wirid dikit trus langsung tarwihan. Malah di musola Mujahiddin ga pakai wirid, jadi siap isya sama solat sunat langsung tarwih. Mantap dah!
Jadi sekarang gw kalo tarwehan nyari tempat masjid yang kek gini:
- protokoler acara yang SINGKAT dan nggak bertele-tele, karena ada juga mesjid yang bikin sesi 'curhatan' pengurusnya,
- ustad wiridnya yang semangat dengan pengajian yang segar,
- bisa gw jangkau dengan waktu kira-kira 10 menitan sebelon isya, karena gw kalau buka memang sangat menghayati dan mendalami, hehe
Dari tiga mesjid yang udah gw satroni, satu mesjid komplek gw sendiri, satu mesjid di komplek seberang selatan, satu mesjid di pinggir jalan raya deket pabrik biskuit, ternyata rata-rata rundown acara tarwihnya sama, dan menurut gw memang udah kayak gitu standar tak tertulisnya untuk mesjid-mesjid di Padang ini.
Tapi biarpun begitu gw tetep seneng dengan wisata tarwih ini karena bisa ngerasain suasana mesjid dan jamaah yang berbeda-beda. Masalah tarwihannya yang bakalan cepat selesai atau nggak, itu cuman karna gw yang males aja ya, hehe..
Semoga gw tetep bisa lanjutin mengingat ramadhan masih 1/10 waktu. Coba deh...