Cerita sebelumnya,
sang Ibu telah memohon kepada Tuhan untuk mengubah anaknya menjadi batu. Tuhan
mengabulkan kutukan sang Ibu. Malin Kundang berubah menjadi batu dalam keadaan
bersujud.
gambar
Akhir kisah satu
episode.
Sang Ibu
kemudian melanjutkan hidup seorang diri hingga akhir hayatnya. Si Batu Malin
Kundang tetaplah menjadi batu hingga kemudian terompet sangkakala ditiup.
Oya, pemeran
pendukung pada cerita sebelumnya seperti yang kita tau, istri Malin Kundang nan
matre dan tak punya hormat pada ibu mertua itu, anggaplah kemudian mencari
saudagar lain. Berkaca pada pengalamannya dengan Malin, si wanita mungkin
menetapkan kriteria tambahan: saudagar yang telah tidak punya ibu.
gambar
Habis lah
perannya.
Dan sampai
kemudian semua mayat dibangkitkan dari kubur, berkumpul di padang masyhar.
Melewati berbagai evaluasi, apakah masuk surga kah seseorang, atau terjerembab
di gelegak neraka.
Ketika
manusia-manusia lain sedang antri diperiksa, ditimbang, dan diperlihatkan ulang
amal-amalnya, Sang ibu Malin Kundang dengan yakinnya melenggang menuju pintu surga,
melewati antrian. Namun dirinya di tahan oleh malaikat penjaga pintu surga.
“Maaf, Anda
harus kembali ke antrian, seperti manusia-manusia lainnya itu.”
Ibu Malin
Kundang keheranan, “Lho kenapa? Tak tahukah engkau aku adalah seorang Ibu yang
didurhakai oleh anaknya sendiri? Tak pernah dengarkah kau kisahnya?”
Malaikat
menjawab, “Ya saya tau Bu, kami di sini semua tau bahwa anda adalah orang yang
teraniaya.”
“Nah itu tau
kan, dengan seperti itu bukankah layak saya masuk surga tanpa harus ditimbang
lagi. Sekarang biarkan saya masuk.” Si Ibu terus ingin melanjutkan masuk ke surga.
Tapi malaikat
tetap menahan langkah si Ibu. “Maaf, tetapi tetap anda harus diperlakukan
seperti yang lainnya lagi Bu. Sebagai Ibu yang teraniaya di dunia dulu, anda
telah menggunakan jatah doa makbul anda dengan mengutuk anak anda sendiri
menjadi batu. Itu yang pertama.
“Kedua, anda
tentu tau bahwa salah satu jalan yang mempermudah seseorang menuju surga adalah
doa dari anak yang soleh. Sementara dengan mengutuk si Malin menjadi batu, anda
telah menutup kemungkinan si Malin untuk bertobat dan mendoakan anda. Jadi
sampai sekarang, kami tidak pernah mendapat kiriman doa dari anak anda di sini yang akan mempermudah anda ke surga.
“Yang ketiga,
terkait pengutukan anda kepada Malin untuk menjadi batu. Memang sebagai orang
tua yang dianiaya dan disakiti oleh anak sendiri anda memperoleh hak bebas
untuk membalas dan berdoa. Tetapi apakah anda tidak tau, bahwa pembalasan yang diperbolehkan
oleh Tuhan adalah yang sebanding/setimpal dengan kesalahan orang tersebut,
sedangkan sebaik-baik balasan adalah dengan bersabar dan mendoakan kebaikan
orang yang telah menyakiti kita.
“Sekarang
kembalilah ke antrian. Mudah-mudahan nanti amal anda mencukupi untuk ke surga.
Kami tetap menunggu anda di sini.” Malaikat penjaga surga menutup intruksinya.
Ibu Malin
Kundang dengan gontai kembali ke antrian. Bingung, apa benar mengutuki Malin
Kundang menjadi batu itu terlalu berlebihan, bingung lagi, kenapa bisa dengan
serampangan kisahnya harus dibuatkan sekuelnya dengan ending yang antiklimaks
begini.
hahaha bisa aja
BalasHapusheheee..
BalasHapus