Renovasi Plafon



DRRAAANGGGGG……….

Maka semua yang di rumah akan kaget. Sebuah kekagetan rutin. Begitu kalau buah kelapa sudah jatuh setinggi hampir 20 meter mengahantam atap rumah. Kenapa bisa? Itu karena dua pohon kelapa di kebun tetangga yang puncaknya condong sehingga tepat berada di atas atap rumah. 

Atap yang telah keseringan mendapat penyokan-penyokan itu jebol juga. Maka kalau hujan, airnya bakal tumpah ke loteng, sehingga menciptakan hujan tersendiri di dalam rumah. 

Setiap kali diperbaiki, ya hal sama berulang, buah-buah kelapa jatuh menghantam atap, atapnya bocor, turun hujan, di dalam rumah kebasahan. 

Maka satu-satunya jalan ya nebang itu pohon kelapa punya tetangga. Tetangga yang punya kebun bersama dengan saudaranya sendiri yang kerap bersengketa. Tapi tetap harus kan? Mereka minta itu dua pohon diganti dengan lembaran-lembaran kertas.

Dua pohon kelapa besar cuma minta diganti dengan kertas, alaahhh… apa susahnya sihhh??? Oh maksudnya dengan kertas-kertas uang. Malah jadi menyusahkan saja, menyusahkan ibu saya yang mesti mengeluarkan uang yang menurut kami tidak sedikit hanya untuk itu pohon. 

Ok, pohon sudah ditebang. Lupakan pemilik kelapa yang menyebalkan dan sepertinya ada ketidakjujuran waktu melakukan transaksi. 

Perbaikan atap dan loteng kemudian bisa dilanjutkan. Memang sudah selayaknya dirombak semua. Sejak rumah ini dihuni tahun 1997, loteng belum ada satupun yang diganti hingga ‘kupak-kupak’. Kalau atap, sudah beberapa kali. 

Atap sudah, loteng sudah selesai sebagian, perlengakapan dan barang-barang pertukangan masih berserakan tentunya. Tapi rasanya, loteng baru yang terpasang sedikit lebih tinggi daripada tinggi loteng yang terpasang sebelumnya. 

Nggak percaya? Mari kita buktikan. Dulu, kalau saya lompat dari lantai, dengan tangan menggapai ke atas, jari saya bisa menyentuh lotengnya. Sekarang sepertinyalebih tinggi. 

Saya ambil posisi, separuh jongkok untuk ancang-ancang dan mendapatkan daya dorong lebih untuk lompat ke atas. Yakkk… Saya lompat. Tangan digapaikan ke atas… Dan ya,, nyaris. Ujung jari belum mencapai loteng. Perlu lebih sekali percobaan melompat sepertinya.

Happpp… saya mendarat di lantai. Tapi ada yang mengganjal di pinggir tumit kaki kiri. Astanghfirullah., paku baut nancap di sana. 
 
Saya nyaris seperempat abad. Masih terkena luka konyol karena ulah sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar