Gw pernah kebetulan liat2 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yg merupakan kamus resmi terbitan pemerintah Indonesia, iseng, gw nyari kata yg udah sering banget kita denger: Narsis.
Sesuai perkiraan cuaca, eh, sesuai perkiraan gw, kata yg gw cari kagak ada. Wajar aja sih, KBBI-nya terbitan taun jebot (gw juga ga tau di KBBI terbaru ada ato ngga).
Gw ndiri pertama kali akrab dengan kata narsis waktu kelas 6 esde (sekitar taun ‘99), yang waktu itu dipopulerin temen gw si Bholeank. Saat itu, kata narsis masih pake huruf “C”, jadi kalo disebutin jadinya narcis.
Beberapa waktu lalu, temen gw, Miko minjemin gw novel karangan Paulo Coelho yg judulnya The Alchemist, keren abis deh ceritanya… nah, di bagian prolog ntu novel, Om Paulo nyinggung dikit tentang legenda/asal-muasalnya si Narsis (walopun dikit ga sinkron dgn crita novelnya)… Kenapa pakai kata “si”? Yap, karna ternyata narsis itu nama orang, bukan kata sifat kayak yg digunain sekarang.
Dikit kisahnya:
…Alkemis itu sudah tahu legenda Narcissus, seorang muda yang setiap hari berlutut di sebuah danau untuk mengagumi dirinya sendiri. Ia begitu terpesona oleh dirinya, hingga di suatu pagi, ia jatuh ke dalam danau tersebut dan tenggelam…
…Ketika Narcissus mati, dewi-dewi hutan pun muncul dan menemui danau tadi, yang semula berupa air segar telah berubah menjadi air mata yg asin
“mengapa engkau menangis?” Tanya dewi-dewi itu.
“aku menangisi Narcissus” jawab danau
“Oh, tak heranlah kau menangisi Narcissus, sebab di antara kami hanya engkau saja yg dapat mengagumi keindahannya dari dekat” kata para dewi
“tapi… indahkah Narcissus?” Tanya danau
“siapa yg lebih mengetahuinya daripada engkau?” dewi-dewi bertanya heran. “di dekatmulah ia tiap hari berlutut mengagumi dirinya!”
Danau terdiam beberapa saat, dan kemudian berkata:
“Aku menangisi Narcissus, tapi tak pernah kuperhatikan bahwa Narcissus itu indah. Aku menangis karena, setiap ia berlutut di dekat tepianku, aku bisa melihat, di kedalaman matanya, pantulan keindahanku sendiri.”
Bisa ditebak, yg jadi ironi bukan hanya tenggelamnya si Narcissus yg doyan muji diri sendiri, tapi ternyata sang danau yg selama itu juga ga kalah narsisnya…
Intinya, siapapun berpotensi jadi narsis. Gw ndiri awalnya semasa juga ga suka expose diri kek aksi-aksi ato kata2 self-curtsey gitu, namun Alhamdulillah, sejak gabung dengan AIESEC LC UA taun 2007, gw yg awalnya ogah-ogahan kalau mo ngapa2in udah jadi ga tau malu, apalagi kalo poto-poto. Terima kasih banyak buat AIESEC UA yg udah mutusin urat malu gw,.. (Yeaahhh, AIESEC UA Hot to GO!!!!)
Sebelon-sebelonnya:
Dola: rif, kita mau poto-poto nih, ikut dong…
Aini: arif kalo dipoto gayanya yg lebih ekspresif dong…
Aulia: rif, duit pulsa yg lo beli ke gw kemaren mana?
Sekarang
Dola: waa… rif, minggir dikit dong!!! gw kan ga keliatan kamera….
Aini: Kamu beneran si arif ga sih? Kok gayanya celamitan gini???
Aulia: lho… duitnya kok cuma segini? Sisanya mana?
Bahkan belakangan ini gw juga rajin ngaca. Dulu ada temen gw yg rajin banget ngaca, liat kaca mobil, ngaca, liat jendela kelas, ngaca, liat ventilasi toilet, ngintip.. pernah gw ledekin karna doyan banget ngaca, dia ngeles:
“lho, gw kan ngaca biar terlihat rapi, sementara kerapian itu termasuk sebagian dari iman, emang gw salah kalo memenuhi sebagian iman?” Gubrak
yah, jadi keknya ga ada salahnya pula kalo sekarang gw mulai rajin menambah ‘sebagian iman’ gw, hehe… Insyaallah ga se-lebay si Narcissus dan danaunya.
Insya Allah yang Tidak Insya Allah
Entah ini hanya kebiasaan masyarakat Minang ato di seluruh Ind’sia juga gitu, tapi yg gw liat di ranah Minang saat ini kata “Insyaallah” udah beralih fungsi. ‘Insyaallah’ (jika Allah mengizinkan) yg pengucapannya diwajibkan jika kita sedang membuat janji, untuk menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu yg bisa terjadi tanpa izin Allah, sekarang udah dijadiin pemanis buat menghindari sesuatu. Menolak secara halus. Sekarang bahkan ada sindiran “insyaallahnya urang minang”. Dan sebagai orang Minang keknya gw udah ikut melestarikan budaya yg ga baek ini. Astaghfirullah. Mari kita kembalikan kata ‘Insyaallah’ ke fungsinya semula.
Insyaallah…
A: eh ntar malem ikut ke galeri ya.. liat pameran…
B: ngg.. iya deh Insyaallah.
Bisa diperkirakan kemungkinan besar si B ga bakal dateng malemnya..
Insyaallah…
A: eh ntar malem ikut ke galeri ya.. liat pameran…
B: ngg.. iya deh Insyaallah.
Bisa diperkirakan kemungkinan besar si B ga bakal dateng malemnya..
Kalo Gw Jadi Aktor...
Di suatu kesempatan di kelas drama:
Penanya : Jadi apa yg perlu dilakukan oleh aktor untuk pendalaman peran?
Instruktur : Yg penting itu adalah menjiwai karakter peran aktor tersebut dan mendalaminya dengan karakter pribadi..makin berlawanan dengan sifat asli sang aktor, makin berat tantangan perannya. Untuk aktor pemula lebih baik mencari peran yg sesuai dulu sama sifat atau karakter kesehariannya..
Penanya : Ooo..
(Dipikaran gw: kalo gw nyoba jadi aktor, peran yg pas buat gw coba berarti peran antagonis dong..????) T_T
Penanya : Jadi apa yg perlu dilakukan oleh aktor untuk pendalaman peran?
Instruktur : Yg penting itu adalah menjiwai karakter peran aktor tersebut dan mendalaminya dengan karakter pribadi..makin berlawanan dengan sifat asli sang aktor, makin berat tantangan perannya. Untuk aktor pemula lebih baik mencari peran yg sesuai dulu sama sifat atau karakter kesehariannya..
Penanya : Ooo..
(Dipikaran gw: kalo gw nyoba jadi aktor, peran yg pas buat gw coba berarti peran antagonis dong..????) T_T
Marketing Case: It’s Cigarettes Advertising, Dude…
Gambar dari www.thesun.co.uk
Jumat malem kemaren Behelorens ngasi tau gw bahwa sekarang rokok udah sah diharamkan. Gw ga merhatiin beritanya, tapi selamat buat mui dan idi karna jujur aja gw salah seorang yang pro dengan pengharaman rokok. Namun sekarang gw ga akan ngebahas tentang pro-kontra tersebut, gw pengen sedikit ngebahas tentang rokok dan tampilannya dalam iklan.
Ada satu hal menarik yg gw (atau mungkin temen-temen laen) perhatiin dalam tiap iklan rokok, apapun medianya, bahwa pada iklan tersebut ga pernah satupun ngegambarin sesuatu yg berkaitan dg rokok! Berbeda dengan produk-produk lain yg dalam iklannya menayangkan produk tersebut atau orang yg sedang menkonsumsi produknya.
Ternyata dalam Etika Periklanan Indonesia (EPI), konten iklan rokok udah diatur untuk memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang sasarannya adalah khalayak yang berusia di bawah 17 tahun.
2. Penyiaran iklan rokok dan tembakau wajib memenuhi peraturan berikut:
a. Tidak merangsang atau menyarankan orang untuk merokok
b. Tidak menyarankan atau menggambarkan bahwa rokok dapat menimbulkan kesehatan
c. Tidak memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan atau gabungan keduanya, bungkus rokok, rokok, atau mengarah pada orang sedang merokok.
d. Tidak mencantumkan nama produk adalah rokok
e. Tidak bertentangan pada norma yang berlaku pada masyarakat.
Sebenernya deretan peraturan EPI itu jauuuh lebih lembek dibanding peraturan periklanan rokok di luar negri. Bahkan di beberapa negara diatur dengan tegas: iklan rokok udah ga boleh lagi beredar di masyarakat, apapun medianya!
Nah, dengan peraturan yg demikian ketat yg seakan-akan ‘mengucilkan’ iklan rokok, biro-biro iklan kudu pinter-pinter nyari celah untuk mengakalinya. Kreatif merupakan kata kunci untuk memproduksi sebuah iklan rokok supaya ga tersandung dengan peraturan, dan juga sekaligus menancapkan brand yg kuat di tengah keterbatasan kebebasan.
Proses kreatif biro iklan tersebut akhirnya justru menghasilkan berbagai tampilan iklan yg menarik perhatian, mulai dari yg membentuk brand rokoknya dengan kesan macho ampe iklan yg kocak-kocak. Maka ga heran dalam tiap pagelaran Citra Pariwara Award—ajang ‘oscar’nya dunia periklanan Ind’sia—iklan rokok selalu, sekali lagi: SELALU menyabet jatah penghargaan.
Gencar en efektifnya promo en marketing produk rokok melalui iklan itu sempet bikin tokoh anak ind’sia kak seto juga mendukung pengharaman rokok di negeri ini, menurut data beliau (taela, beliau…) konsumen rokok aktif mencapai usia 5 tahun! Beuh, esde aja belon..
Eh, ni crita kok kemana-mana yah,, pan tadi ga mau ngebahas pro-kontra.. hehe
Eksotisme itu menampakkan diri ketika langit melepas jutaan anak-anak embun bening dingin ke bulat bumi di malam-malam yang membasahi kota dan mengaburkan kerlap-kerlip lelampu jalan namun memantulkan cahayanya di genang air tenang yang tak hirau oleh lalu lalang kendaraan yang roda-rodanya melepaskan cipratan-cipratan perasaan sehingga membawa penumpangnya untuk melayangkan ingatan bersama serangga-serangga malam yang terhalang untuk bermain cahaya lalu meringkuk di balik teduh dedaunan sambil mendekat membentuk koloni kuat seperti serombongan malaikat yang turun ke bulat bumi bersama anak-anak embun bening dingin yang dilepas langit untuk menyutradarai kenangan kala di bawah hujan.