Ada pohon mangga besar. Besar batangnya, kokoh dahannya, lebat
daunnya, mangga buahnya. Buah yang kalau dibandingkan dengan daunnya, tentu
kalah lebat.
Atau pernahkah Tuan dan Nyonya melihat pohon yang buahnya begitu
lebat melebihi jumlah daunnya? Mungkin pernah, namun lain kali kita bahas. Ini
saatnya cerita tentang pohon mangga besar.
Yang dengan besarnya bisa memberi teduh saat panas. Saat
sore. Untuk berteduh tukang jual es keliling. Tukang gorengan juga. Dan segala macam dagang yang bisa dengan
mudah mobile.
Bisa juga untuk teduh saat hujan. Bagi pengendara motor yang
tidak membawa mantel. Entah lupa, entah tak punya. Atau mungkin sama sekali tidak
tau mantel itu apa.
Bagi anjing juga, yang keasyikan jalan-jalan lantas
kehujanan. Dan jelas, tidak bermantel. Tak peduli dengan apa itu mantel. Sama
seperti tidak peduli dengan buah mangga yang tergeletak di dekatnya.
Itu mangga mesti jatuh dari pohon besar itu karna telah
terlalu matang. Ada yang mengira mangga tersebut tiba-tiba saja tumbuh merambat
seperti semangka?
Si anjing masih tidak peduli, tentu bukan karna sombong.
Semata-mata memang bukan fitrahnya untuk memakan buah-buahan. Berbeda dengan
ulat, atau kalong, atau tupai, atau monyet, atau musang. Atau juga burung yang
memburu mangga sejak masih berbentuk putik. Atau bunga. Seperti curang karna
bisa saja mengambilnya dengan cara terbang langsung ke tempat mangga tersebut
berbuah.
Manusia juga suka. Dengan buah mangga. Namun tidak bisa
mengambilnya dengan terbang seperti burung. Meski dari yang jenis kelaminnya
pria juga sama memiliki burung, tapi tetap, tak bisa terbang. Ah, sebuah
pembohongan verbal sejak dulunya.
Tapi manusia ada akal. Tak punya sayap, tapi ada penggalan.
Seperti batang bamboo lurus panjang, diujungnya diikatkan pisau. Diarahkan dan
disayatkan ke tampuk si buah mangga. Atau juga memanjat, bagi yang ahli.
Sekalian silaturahim dengan ulat bulu. Dengan semut, dengan anak-anak burung
bersarang, dengan kupu-kupu, dengan ular dahan.
Dengan begitu bisa memilih sendiri, yang matang untuk makan
mentah, dibikin es, dijadikan jus. Atau pilih yang muda, tandem rujak, jadi
asinan, maupun pembujuk ibu-ibu muda, yang hamilnya juga muda, sehingga
ngidamnya juga mangga, yang muda.
Si pohon mangga besar masih akan tetap tenang saja. Meski
buah diambil, orang-orang berteduh dibawahnya, ataupun jadi sasaran kencing
bagi yang kepepet. Itulah rahmat baginya, bagi yang lainnya. Tetap tidak
mengeluh, tetap berbuah. Meski juga telah diceritakan secara aneh dalam tulisan
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar