Dari sudut
kesenangan saya pribadi, maka ini sekadar saran yang saya punya bagi para
khotib. Janganlah karena antusiasnya, anda membawakan materi yang ‘terlalu
megah’.
Sebagai contoh,
ada ustad di masjid komplek, kalau ngasih kotbah itu menggunakan ‘bahasa
langit’, jadi isi materinya malah nyangkut di awing-awang.
“Umat manusia
pada zaman ini sungguh telah banyak yang lalai dan berbuat kemaksiatan
disebabkan moral yang sudah bobrok. Hanyalah dengan pertobatan-pertobatan secara
kontinyu dan keseluruhanlah maka Allah akan kemudian memberikan
kebaikan-kebaikannya. Menghindarkan manusia dari musibah-musibah. Menurunkan
karunianya. …”
Kotbah semacam
itu, mendorong rasa kantuk. Bagi saya.
Bukan menentang
apa yang disampaikannya, karena jelas juga saya sangat setuju.
Tapi, ayolaahh..
|Umat manusia zaman ini banyak dosa dan maksiat| Iya, itu saya juga paham, tapi
dosa dan maksiat yang mana, karena yang namanya dosa, telah hadir di bumi
bahkan sejak keturunan Adam yang pertama.
|Pertobatan
harus dilakukan secara menyeluruh dan kontinyu| Maksud saya, apa itu tobat yang
kontiyu dan menyeluruh itu?
|Allah akan
memberi karunia dan menjauhkan manusia dari musibah| Karunia seperti apa dan
musibah yang mana yang dihindarkan dari manusia?
Maka menurut
saya, sekali lagi menurut saya, kotbah seperti itu akan lebih hidup dan menarik
atensi jamaah jika disampaikan kira-kira seperti ini oleh seorang ustad ketika
saya Jumatan di mesjid dekat kantor,
“Saat ini
manusia dihadapkan tantangan besar dalam menjalani hidup, kemajuan teknologi,
tuntutan ekonomi sehari-hari, membuat manusia rentan melakukan dosa dan
maksiat, menyinggung perasaan saudara karena marah, tidak bertegur sapa dengan
tetangga karena hal sederhana, atau tindakan mengambil atau menerima harta yang
tidak sepantasnya, karena apapun yang kita terima diluar upah adalah sebuah
pelanggaran dalam ajaran Islam.”
“Dosa/maksiat
itu harus segera ditutup dengan tobat. Meminta maaf pada saudara, memberi salam
pada tetangga, karena dalam hadis ‘sesiapa muslim yang bertemu dan saling
member salam, maka dosa-dosanya akan diluruhkan’. Tobat juga tentu kepada
Allah, istighfar adalah sesederhana tobat. Bisa dilakukan kapan saja dimana
saja, sambil menyetir, ketika usai berbincang, sambil menunggu antrian di bank,
hendak tidur, sambil baca buku.”
“Allah
menurunkan karunianya kepada semua hamba dengan jumlah yang tak terhitung dan
ternilai, anak-anak yang patuh dan cerdas, tempat tinggal yang nyaman, makan
siang yang terasa lezat, penglihatan yang sempurna, perjalanan pulang dari
kantor atau sekolah dan keselamatan sampai di rumah … dst,
Maksud saya,
dengan kotbah seperti di atas itu meskipun sederhana, waktu itu saya lihat
hanya segelintir jamaah yang tertidur, dan kebanyakan jamaah terlihat sangat
tertarik untuk mendengar.
Justru mungkin
karena kesederhanaan kandungan kotbahnya. Karena permasalahan yang diangkat
dekat dengan keseharian dan terdeskripsi secara jelas. Serta solusi-solusi yang
ditawarkan pun cukup simple untuk dilakukan dan aplikatif.
Bandingkan
dengan contoh kotbah yang pertama tadi, bagaimana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar