Besoknya di Masjid UI Depok, memang
acaranya cuman nikahan aja. Walimahannya baru akan dilaksanakan bulan Agustus.
Karena cuma nikahan, ba’da zuhur acara sudah selesai dan sisa hari sampai
besoknya adalah acara bebas aja. Family yang sudah berkeleuarga sudah pergi
dengan keluarga masing-masing dengan tujuan dan acara sendiri. Tinggalah saya
dan abang sepupu bengong sebagai lajang.
“Ikut kami dulu aja, ntar mau
kemana gampanglah.” Kata abang sepupu lainnya, yang memang sudah berkeluarga di
Jakarta. Ok. Tapi nggak jauh ninggalin depok, nyampe lenteng agung, saya dan
abang sepupu liat ada travel Baraya ke Bandung. Kami minta berenti bentar, eh
ada jadwal berangkat ke bandung setengah jam lagi. Langsung begitu aja kami
memutuskan akan ke Bandung. Balik ke mobil, pamit dan nurunin tas. Sampai
akhirnya kami turun di Surapati Bandung magrib-magrib.
***
Saya rasa Tuan sudah tau, bahwa
kalau berkunjung ke Bandung itu hanya akan menghadapi dua pokok utama; makan
dan belanja fashion. Maka tak usahlah saya terangkan di sini bahwa saya dan
abang sepupu saya punya tiga kali makan malam sejak nyampai magrib di sana. Tak
usahlah saya ceritakan bahwa kami bisa dapat penginapan murah di Wisma PU di
Martadinata, jauh lebih murah daripada penginapan umum lain yang dengan harga
melonjak kalau malam minggu.
Saya juga gak akan cerita bahwa di
kafe samping penginapan itu ada nobar final La Liga Barcenlona vs Atletico
Madrid, serta masih sempat menyaksikan lanjutan Arsenal vs Hull City yang mesti
diselesaian dengan silver goal. Tak usah pula saya cerita kalau kami bukannya
pulang sehabis itu, karena pas disebelah kafe itu, artinya dua bangunan
disebelah penginapan kami, ada Bober café, tempat biasa ayah Pidi bersama The
Panasdalam tampil dan menyediakan rokok shisha yang menimbulkan penasaran abang
sepupu saya itu. Lantas mana mungkin juga saya akan menceritakan pengelaman di
Bandung kemarin kalau kami malah hanya duduk-duduk di Bober itu sampai subuh
sehingga tidak rugi kami nyewa penginapan murah yang hanya disinggahi untuk
mandi.
Bagaimana mungkin juga saya akan
cerita pengalaman di Bandung kalau kaminya telat bangun, padahal paginya orang
ramai ke Gasibu yang dekat dengan penginapan, yang menyebabkan kami jadi jogging
kesiangan. Jadinya kami sarapan kesiangan. Jadinya jajan-jajan kesiangan.
Kalaupun ada yang perlu saya
ceritakan di Bandung kemarin itu adalah akibat kami kesiangan itu. Penerbangan
untuk ke Padang sudah kami pesan untuk jam 6 sore, citilink lagi, melalui
bandara Cengkareng. Pengalaman nyaris ditinggal pesawat Jumat malam sebelumnya
itu, terlintas lagi. Habis zuhur, baru kami akan balik ke penginapan. Jam 1,
siap-siap cekout dan mencari bis keberangkatan ke Jakarta.
Supir taksi prihatin mengetahui
penerbangan kami jam 6. “Kok baru berangkatnya sekarang? Kenapa nggak mesen
penerbangan langsung dari Bandung aja? Sekarang hari minggu, arus balik ke
Jakarta ramai, anggap paling cepat 4 jam. Kalau cekin bandara jam 5, jam 1 tadi
kalian harus sudah berangkat dari Bandung. Ini palingan kalian dapatnya bis jam
2, nyampe sana ya jam 6.” Iya, bapaaak, kami sudah tau itu genting...
Biarpun begitu, supirnya mau
bantuin kami ngebut ke Batununggal lewat tol, sampai-sampai pak supirnya kena
tegur sistem Bluebird karena sudah melaju lebih 120km/jam. Sesuai perkiraan,
kami dapetin Primajasa untuk jam 2. Pasrah lagi aja, mau nyampe jam berapa di
Cengkareng. Saya cuman nyayangin karena sudah mesennya citilink lagi, yang
kalau udah pesen, ga bisa di cancel-cancel atau digeser-geser lagi jadwalnya.
Jam 3, saya tidur di bis. Jam 4,
bangun-bangun baru masuk Jakarta. Apaan ini. Sudah makin pasrah. Tapi jam 5an,
Alhamdulillah, sudah sampai kami ke terminal 1C. Berkah bener rasanya.
Buru-buru ke konter citilink, “Err.. Bapak mau ke Padang ya? Bentar.. ‘Broo,
ini ke Padang masih bisa nggak?’ ‘Oke’. Baik Pak, masih bisa, silakan segera ke
ruang tunggu ya Pak.”
Alhamdulillah
malam nyampe di Padang dengan tagihan parkir 100ribuan, lumayan murah untuk 2
malam inap parkir. Sampai dengan pengalaman nyaris tak jadi pergi nyaris tak
jadi pulang.