Lebih tepatnya uring-uringan dan ngedumel, ngata-ngatain, makanan di hotel itu harganya ketinggian, untuk rasa yang mungkin relatif ya. Sekarang, saya baru tau, entah kalau Tuan, bahwa selain menjual taste experience, art of cooking and food deserve, mereka juga menjual jaminan higienitas. Paling nggak.
Saya punya tetangga, yang beberapa waktu lalu ada cerita ke Ibu. Mbak ini, bekerja di Hotel P*ngeran Padang. Dia cerita, bahwa para koki hotel itu, hanya masak menggunakan minyak goreng sekali pakai. Artinya jika dia ada menggoreng kentang, untuk periode berikutnya dia kokinya ganti dengan minyak yang baru.
Sayang dong, minyaknya masih belum terlalu keruh, udah dibuang, dan tentu akan banyak menghasilkan limbah. Oh tenang saja, disitu saya kemudian tau, hotel-hotel ini punya pelanggan untuk pembeli limbah minyak goreng tersebut.
Mbak yang saya ceritain di atas, tiap bulan memborong semua minyak goreng bekas sekali pakai di hotel tempatnya bekerja itu. Entah la ya, apa dikasih cuma-cuma, atau dibeli, yang kalaupun iya, tentu dengan harga yang sudah akan sangat murah.
Untuk apa kemudian minyak goreng itu, sisa kan. Iya sisa, tapi sekali pakai. Tapi kan Tuan juga tau kalau para pedagang makanan di Indonesia ini seneng banget melakukan efisiensi ekstrim.
Deket rumah saya yang rame dan merupakan ibu kota dari Padang, banyak para penjual gorengan, nasi goreng, pecel ayam lele, dll. Ternyata untuk Mbak tadi, mereka itulah para pelanggannya.
Para pedagang ini bisa mendapat bahan dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasar yang minyak goreng yang baru, dan skema berikutnya Tuan tau, sampai hitampun kemudian itu minyak goreng nggak akan diganti-ganti, sampai dia ingat lagi. Haha...
Kemudian barulah datang kita, kelaperan, beli gorengan, beli nasi pecel ayam. Sip.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar