Banyaknya kejadian September ini, banyak hal, yang tak tergapai logika, bukannya membuat saya jadi banyak posting pula, malahan jadi tidak produktif untuk menulis. Harusnya iya, bisa banyak. Tapi justru semua itu menumpuk, saling himpit di pikiran. Tak tau mana yang harus dituang. Mana yang mesti dibuang. Mungkin di Oktober nanti bisa produktif lagi.
Hari pertama di minggu terakhir September 2014. Sudah tiga tahun saya ada berangkat kerja. Tapi rasanya baru kemarin ini pengalaman berangkat kerja paling absurd.

Sedan putih saya, Snowflake, rusak lagi (kayaknya saya perlu balik ke vendor lama untuk jasa serpis mobilnya). Motor, udah lama ga dipake dan diserpis. Seinget saya, setahun terakhir, sejak kerja di tempat yang sekaramg, baru 4x saya ada bawa itu motor. Riskan kalau tetiba pagi kemarin digeber ke kantor nan jauh dan bertrayek ekstrim itu.

Oke, di depan komplek ada tukang ojek. Jalan deh kesana. “Pak, ke Indarung dong..” Itu saya bikin tanya ke satu-satunya tukang ojek yang sedang ngaso. “Oh, sekian puluh ribu dek.” Bapaknya jawab. Bargaining powernya sedang bagus, Jadi aja gak bisa ditawar. Sabar aja saya bisa.

“Hayulah pak, tapi ada helem gak pak?”
“Oh ada dek, ntar sekalian di rumah aja. Ini biar ganti motor dulu…”
“Lhaa,, ganti motor? Pulang ke rumah bapak dulu gitu? Ngapain gitu pak?” Untuk Tuan tau, itulah jam 7 pagi. Setengah jam lagi jam masuk kantor, jarak rumah-kantor itu bisa sejam.
“Iya, bentar, ga jauh. Biar enakan bawanya, disono ngeri dek, berat jalurnya.”

Ngikut aja lah saya jadinya. Hanya sabar saya bisa. Nyampe bapak itu kerumahnya, yang iya searah jalan kantor. Yang iya dia ngeluarin motor vario barunya yang masih belum ada plat nomernya. Yang kemudian masukin motor supranya. Oke juga lah, bisa lebih stabil dan kencenglah paling nggak.

Tapi pas udah dinyalain, bapaknya ngomong dengan tenang, “dek, maaf.. maaf ya bentar aja. Orang rumah saya lagi keluar. Saya anter anak sekolah dulu ke depan. Deket aja. Bentaraja kok….”

“…”

Ada sekira 5 menitan saya nunggu, plongo aja kayak orang bego. Jam 7.15. Di daerah rumah entah dimana saya belum pernah kesana sebelumnya.


Bapaknya akhirnya balik, balik untuk kemudian anter saya ke kantor. Balik untuk merasa biasa saja sementara saya dibelakang hening menenangkan gejolak emosi, “saya timpuk dari belakang jangan, saya timpuk dari belakang jangan…”
Akibatnya, setelah dinas di Gresik, saya jadi bisa menyempatkan pelesir ke Bali sebelum pulang ke Padang. Mumpung Balinya sudah seujung pulau lagi.

Sebelumnya, di Surabaya, saya menjajal nasi rawon ‘setan’ yang diceriterakan terkenal dan enak. Iya, antrinya saja untuk dapat duduk itu lama sangat. Dan ketika sampai pada giliran, ternyata rasanya, menurut saya tidak sepadan dengan ramainya antrian itu. Bukan nggak enak, tapi dari ramenya yang antrinya itu, saya mengekspektasi rasa yang lebih, Ternyata biasa aja.

Paginya diajak sarapan nasi krawu, nasi apakah itu yang seperti nasi kucing di Jogja? Enak, tempatnya sederhana pun. Tapi dari harga saya agak kaget juga, cukup mahal untuk sarapan, untuk masakan jawa, untuk tempat yang sederhana. Biasanya sih nggak gitu.

Bali itu bagaimana? Ih masa saya cerita lagi, udah banyak itu yang bahas juga. Lagian saya juga liburannya paket ekspres sehari saja, 2 malam sehari.

Malam hari pertama, secara tak sengaja ketemu kawan-kawan di Pojok Bursa dulu, Erly dan Teja, yang ada acara team building di The Stone Kuta, sayanya nginep di Pop, eh deket aja rupanya. Tak disangka-sangka dan, dan mestinya kan saya juga ikut acara Team Building ituuuu..,

Hari Sabtunya, seharian saya dan temen saya habiskan keliling Bali bagian selatan. Sewa motor deket hotel, murah, 80ribu untuk 19 jam. Itu dalam mata uang rupiah, nggak tau lah kalau mata uang Venezuela berapa. Kami mesennya dari jam 9 pagi setempat sampai pukul 4 pagi besoknya.

Jadilah dari pagi itu sampai sorenya kami keliling tanjung benoa, nusa dua, uluwatu, dan mampir makan siang telat di jimbaran. Sorenya,baru ikutan jemur di pantai liat sunset kutang eh kuta. Ih kalau sunset aja mah di Padang juga banyak, Bedanya disini banyak bule, namanya juga pantai kutang eh kuta. Astagaaaa,, maaf, maaf, masih bersemayam panorama sana di saya punya pikiran. Hahhaaa…

Malemnya, pulang ke hotel, bebersih-mandi biar besok paginya nggak, sehingga ke bandara nggak telat-, solat, dan saya sempat tepar. Siang panas-panas seharian bikin saya dehidrasi, roboh sudah.

Sementara tidur, temen saya lanjut jalan keluar. Bangun-bangun jam 10 malam, temen masih diluar. Telpon, dimana bang? Oh, deket-deket pantai aja. Ingat belum makan, ingat juga sewa motor masih ada 6 jam berikutnya, langsung saya keluar juga. Cari makan, dapat kerang bakar yang enak, cari putar-putar, cari hura-hura. Astaga, duniaaa…

Dari pengalaman dan obrol-obrol dengan orang sana, bisa saya singkatkan tulisan ini, bahwa di Bali itu banyak, banyak sekali destinasi wisata, namun dengan suasana masing-masing. Jikalau Tuan senang bermain water sport, itulah benoa, jikalau Tuan suka pantai yang tenang dan indah, itu ada nusa dua, jikalau Tuan mau cari kesenian, budaya, dan kuliner khas bali, itu ada ubud, jikalau Tuan hendak liburan dengan suasana kehidupan malam ala Bali, itu ada legian di kutang (kan, salah lagi), jikalau Tuan suka adventure, bertandanglah ke gianyar.  


Entah menurut Tuan sama dengan rekan saya entah nggak, dia merasa betah dengan Bali dari pengalaman sehari itu, ingin dia untuk berlama-lama disana. Entah saya, Bali itu seperti red velvet yang creamy, enak, tapi cukup sedikit aja, kebanyakan jadi bikin eneg.