Seperti kebanyakan orang duga, dan juga saya, presiden kita ini kan boneka. Dibawah kontrol mega, apa-apa mega apa-apa mega. Ntar kalau mega kenapa-kenapa, tahi lalat koroner,  koma karena jatoh keberatan sanggul, terus gimana? Ganti ke paloh? Lah kalau janggutnya rontok, bisa apa juga? Ke Puan? Lah kan itu menterinya. Masa minta instruksi dari menteri.

Iya, kita sudah menduga semenjak awal bahwa PDIP akan menjadikan Jokowi alat kontrol dan penguasaan. Tapi yang saya tidak kira itu, bahwa kekacauan ini kejadian dalam tempo yang sangat cepat di masa pemerintahannya. Baru beberapa bulan, seakan masa empat tahun mendatang sudah tak aka ada lagi.

"Tapi Jokowi itu pinter lho, dia tau kok apa yang akan dia lakukan dengan posisi dan situasinya." Iya, mungkin, tapi segala gestur sungkemnya  ke bumerang eh  bumega tidak menunjukkan bahwa dia tau apa yang akan dilakukannya kalau tanpa petunjuk bumenyan eh bumega. Segala kunjungan ke rumah bumega di situasi genting negara sehingga  membuat seakan istana presiden sudah pindah ke rumah mega juga meluruhkan statement mengenai kemampuan Jokowi untuk mengendalikan situasinya yang kejepit. 

Dari bawah dijepit rakyat, dari atas digencet PDIP. Seru om?
Sedangkan APBD provinsi ini, provinsi ranah, alam takambang jadi guru ini, banyak yang tidak disetujui pemerintah pusat gegara dinilai tidak prorakyat dan lebih menguntungkan kalangan birokratnya. Ini semacam penanda bahwa birokrat-birokrat provinsi ini memang lebih bersifat cadiak-galia daripada cadiak-pandai.

*reminding kasus korupsi anggota dprd massal di tahun 2003

Itu lingkaran yang cukup besar, saya banyak tak taunya dan lebih dengar ke ceritera yang ada. Lebih sempit, yang baru dan terasa lebih menyengat, karena temen saya si Anggit baru jadi korban. Jadi kisahnya Ibu kota provinsi ini ingin meniru ide Bandung punya taman. Taman tematik. Taman yang didesain dengan tema-tema tertentu. Total sekira ada 8/lebih taman, yang deket basko, deket jembatan siteba, raden saleh, bunderan air mancur pasar raya, taman depan mesjid taqwa, taman deket rs tentara, taman sebelah kantor pos, taman sumpah pemuda seberang ina muara, dan tugu bunderan simpang haru. 

Iya, saya inget semua, karena waktu itu ikut nemenin anggit muter-muter padang survey ke masing-masing itu taman. Dan si anggit ini,  mendapat pneawaran penggarapan taman tersebut melalui sebuah rekomendasi. Ok. Mulai lagi dia sibuk-sibuk di ini kota. 

Saya sih enak, cuma ngasih saran kalau ada anggit tanya tentang tema-nya yang ke-minang-an. Dia jawa dan minang luntur. Saya minang tulen. Tulen lunturnya. Si anggit jadi kayak nanya ke cermin. Jawaban yang didapat tidak lebih banyak juga dari yang dia tau. He. 

Iya, saya mending. Dibanding angga, itu angga bahkan ikut nemenin anggit ukur taman-taman tersebut. Siang panas terik, atau yang dibunderan air mancur justru harus deket tengah malam karena kalau siangnya tidak memungkinkan. Siang panas ke lapangan, malam turun desain. 

Desain udah ok semua. Tinggal presentasi dan perstujuan pemda. Oh, sponsor juga. Ok sip.

Kalau ok gimana nggit? Ya nunggu pemda dan sponsornya aja. Bilang eksekusi saya mulai jalan. Mantap. Sementara itu dia balik jogja dulu, ngajar mahasiswi eh mahasiswanya yang sudah lewat beberapa kali.

Nggit, gimana? Kapan mulai jalan pengerjaan taman. 
Masih belum.  Tapi taman yang di sebelah pos udah ada yang ngerjain gitu. Kemarin ada yang ngecek,  ga jelas  yang kerja siapa, tapi kabarnya itu ada orang pemda yang nyuruh. 

Lhaaa... ada oknumnya yang main maruk begitu. Licik ah. Ga elit. Kampung. 
Ini bukan karena anggit ini teman, bisa siapa aja. Yang sudah kerja, mulai garap dari nol, nyiapin segala halnya. Tau-tau tanpa kabar ditilep begitu. Njing. 

Kota ini panas, gerah kalau siang. Tapi saya berharap ada badai salju yang kencang dan mematikan, khusus di rumah oknum itu, di tengah teriknya kota. Mudah-mudahan kejadian.