Dari Business Insider

Beberapa artikel menarik dan sepertinya bermanfaat, ketika berkesempatan berjelajah ke Business Insider, mendapatkan ini :

Apakah gelar MBA penting untuk berkarir di Wall Street, diperlukan juga sebuah studi komparatif di pasar modal kita sepertinya http://www.businessinsider.co.id/most-popular-degrees-on-wall-street-2015-11/1/#.VlzyPb9mVD1

Atau sedikit trip psikologis dalam memengaruhi orang http://www.businessinsider.co.id/psychological-tricks-to-influence-people-2015-11/#.Vl0MwL9mVD0

Juga sebagai penyemangat mengingat perubahan jam masuk kantor http://www.businessinsider.co.id/bosses-like-employees-who-arrive-early-2015-11/#.Vl0Mur9mVD0

Yuk Nabung Saham

Terlepas dari envy ketika melihat rekan-rekan alumni pojok bei yang minggu lalu kumpul di bursa dan telah terlibat aktif sebagai bagian dari SRO, ketika acara investor summit, yang mengangkat tema 'yuk nabung saham', saya setuju.  Setuju dengan temanya.  

Bahwa semua calon investor apalagi investor yang memang sudah terjun di market, perlu memahami bahwa kisah-kisah orang yang sukses dari pasar modal tidak terjadi dengan begitu tetiba, tidak dengan sekali siraman dana besar dan kemudian punya cerita sukses untuk diceritakan. 

Orang-orang tau Buffet sebagai orang terkaya di dunia bukan saat dia memulai investasi di 18 tahun, tapi puluhan tahun sesudahnya. Jesse Livermore terkenal sebagai trader bukan karena sekali aksi tradingnya, tapi dari berkali-kali perdagangan dan spekulasi yang dilakukannya. Om Lo Kheng Hong baru diketahui sebagai investor yang punya potensial gain 12.500% di saham MBAI bukan saat pertama kali ia beli di 2005, tapi bertahun-tahun setelahnya dan setelah berkali-kali menambah posisi di saham itu. Adrian Maulana baru dikenal sebagai artis yang sudah menjadi investor kawakan dan memegang lisensi WMI setelah muncul sebagai narasumber dan tampil di acara-acara investasi. Bukan pada saat-saat awal ia menjadi investor dan baru hanya dilabeli sebagai artis. 

Saya rasa cerita-cerita sukses besar itu kalau hanya ditelan mengenai suksesnya saat ini saja bisa menjadi beban para investor yang baru masuk. Karena hanya mengetahui bahwa investor di pasar modal itu bisa menjadi sejahtera, tapi nyatanya pasar itu kejam. Hal ini tentu membuat investor pemula patah semangat dan kecewa. Apalagi sekali masuk langsung hajar dengan banyak dana.  

Jadi, setujulah saya dengan 'yuk nabung saham' ini. Investor dan calon investor musti paham bahwa pasar itu bisa ditaklukan secara perlahan-lahan. Menabung adalah salah satunya. Setelah meyakini saham yang berfundamental baik, rutinkan investasi kecil bertahap pada saham tersebut. Bisa jadi kita beli saat mahal, bisa jadi saat  murah. Tapi yang saya yakin, kalau itu saham fundamentalnya bagus, rerata investasi kita akan dapat pada harga yang rendah. 

*** 
Dan seminggu setelah program 'yuk nabung saham' ini dicanangkan, program yang mengajak masyarakat untuk 'bersusah-susah' menahan nafsu konsumtif agar masa depan finansial tidak bermasalah, muncul aja berita ini http://nasional.kompas.com/read/2015/11/16/11340401/Politisi.Pencatut.Nama.Presiden.3.Kali.Bertemu.Freeport.        

Rente. Ya ampun, kenapa orang-orang seperti ini tidak menjadi korban bom Paris kemarin ini. Biar saja kemarin itu mereka pelesir di paris, duduk di kafe, tetau kena bom, tapi tidak mati dulu, cukup kepala aja pecah sebelah. Mohon-mohon minta tolong, tapi nggak ada yang nolongin. Kenapa kemarin itu tidak begitu kejadiannya untuk fakir-fakir moral itu. Orang susah-susah nabung, ini mintak. F 'em. 


Efisiensi

Berusia lebih dari 100 tahun, sekedar pasang surut usaha tentunya lumrah. Kini jaya, dulunya pernah terseok-seok, biasa. Dulunya berbangga, besok bertunduk kepala, biasa. 

Karena faktor internal bisa, pengaruh eksternal juga. Terlepas kondisi lesu sekarang, yang saya nggak akan bilang bahwa itu akibat pemerintah yang loyo, walaupun memang nyatanya begitu. He. 

Satu dekade lalu juga pernah kondisi perusahaan down begitu. Akhirnya bisa bangkit lagi kok. Konon ceritanya tahun-tahun 70-80an, dekade setelah pengambilalihan, itu juga pernah terjadi kondisi serupa. Tapi cerita menarikya pada saat itu, menurut sumber-sumber cerita, bahwa pada saat itu perusahaan membutuhkan tenaga kerja. 

Warga disekitar perusahaan, yang tau pekerjaan di perusahaan ini bergelimang debu, ditambah kondisi perusahaan, emoh untuk masuk sebagai karyawan. Bahkan yang sudah di dalam sebagai karyawan pun, malah ramai keluar. "Kerjaan kotor, mau bangkrut pula." Begitu mungin mereka punya pikir. 

Tapi ya itu tadi, dulu jaya kini tak berpunya, atau sebaliknya, rasanya biasa. Maka mestilah kita tau bagaimana manajemen meyakini prinsip going concern perusahaan. Selama masih dalam trek, ombak turun itu bisa dimaklumi. Kecuali bagi yang tidak. 

Warga sekitar pada masa itu memilih tidak. Kondisi beberapa tahun belakangan, dekade dekade setelah itu, yang saya tau bahwa warga disekitar perusahaan sering demo, menuntut agar perusahaan mengalokasikan sebanyak-banyaknya warga untuk bekerja di perusahaan. Hal-hal demikian bisa kita istilahkan dengan sebutan dinamika. 

Mario Teguh Golden Ways

Bahkan rasanya setelah sudah bertahun tidak lagi menonton mario teguh, ini secara tidak sengaja menonton lagi, ternyata program mario teguh golden ways masih dengan kesan terakhir dulu saya nonton. Menjadi mennggelikan dengan pemuda pemudi pemirsa live-nya yang mengumbar-umbar nasib asmara mereka.

Saya ingat, waktu dulu pertama muncul, mtgw itu lebih mencitrakan motivasi motivasi dalam hal karir, kehidupan, pendidikan, harmonisme dalam keluarga. Kemunculan pemirsa live nya kemudian mulai ramai dari kunjungan-kunjungan studi tour mahasiswa-mahasiswa dan pelajar. 

Sum up, sekali waktu mahasiswa&pelajar ini curcol melontarkan perihal motivasi mengenai asmara mereka. Gayung bersambut, mario teguh menangkap bahwa banyak antusiasme mahasiswa dan pelajar untuk acaranya adalah mengenai asmara. Maka sejak setelah itu, pada tiap episodenya selalu terselip pesan-pesan cinta, nasihat-nasihat asmara, momen momen curhat remaja. 

Tak sampai disana, kata-kata bijak yang sifatnya mengawang itu, maksudnya, iyakan? kata-kata bijak mario teguh itu sebenarnya adalah nasihat nasihat yang sebenarnya biasa saja. Oke, lari sedikit dari prihal utama. Kata-kata bijak mario itu sebenarnya biasa saja, tidak ada lebihnya. Mungkin bagi orang orang yang sering mengutip kata bijaknya itu, saya berasumsi dua alasan:

1. karena sedang galau, maka nasihat sederhana itu terasa mengena dengan masalahnya. maka jadi terasa bijak. 
Kemudian muncul celetukan, sudah ada alquran dan hadis dari rasul sebagai panutan yang lebih patut untuk dijadikan sebagai acuan, malah milih kata bijak dari om-om yang kalau sudah kehabisan ide sewaktu bicara, maka akan akan menekankan kata "itu" pada kalimat sebelumnya sebagai closing sehingga kalimat sebelumnya itu terasa bagai mutiara. 

2. karena branding MT.
Ada juga celetukan, bahwa kalimat apapun, sesederhana apapun, jika kita buatkan berupa quote, kemudian ditambah embel-embel mario teguh dibelakangnya, maka kalimat sederhana tadi akan terasa menjadi sangat bijaksana. 

3. para pengutip mario teguh ini, saya pikir mereka kurang referensi. Jarang punya bacaan berkualitas lainnya, jarang nonton film-film kualitas prima yang punya lebih banyak nasihat dan pesan yang lebih kuat.

Oke, kembali ke topik awal, bahwa ternyata dengan perkembangan acaranya, tim mtgw pada saat saya tonton barusan telah menjadikan curhatan-curhatan orang mengenai asmara mereka sebagai komoditas utama show. 

Pada tayangan barusan itu, seorang pemuda naik pentas,  galau sulit jodoh. Seorang gadis juga dipanggil, curhat jodohnya yang kunjung tak tentu. Ditanya tanyain prinsip cinta mereka, dijawab dengan nelangsa dan sebijaksana mungkin karena mereka sedang di depan kamera. Gayaaaa...

Dan kemudian om-om botak nyuruh pemuda sekalian aja coba dekati gadis tadi, suruh pdkt. Pemudanya mau, tanya-tanya, puji-puji si gadis.  Awkward. 

Tiba-tiba terasa jiji, acara yang semula dikonsep oleh tim mtgw sebagai motivasi dan perbaikan mental berpikir masyarakat, kemudian jadi acara ajang curhat dan promo diri untuk cari jodoh. Saya geli, kemudian nulis ini.

Nikah Itu (Katanya) Enak

Senior A     : Buruan nikah rif, enak lho...
Senior B     : Kamu belum nikah ya? Rugiii... enak lho...
Senior lain  : *serupa dengan di atas*

Saya            : Kalau memang enak, kenapa tidak tiap tahun saja bapak nikah?
                      (dalam hati saja, ndak berani ngomong langsung)












Senior-senior : maunya sih gitu... tapi gimana...
                        (jawab dalam hati yang dalam)

He, morning kidding.

Mahasiswa Makassar as Usual

Jika Tuan nonton/baca berita demo mahasiswa di Makassar yang berakhir ricuh dan bentrok, itu adalah selazimnya berita. Kapan yang kita nggak dengar demo disana tentram aman?

Demo mahasiswa di Makasar itu seperti cuaca mendung yang kemudian berakhir hujan. Tingkat kepastiannya tinggi. Demo, akhirnya rusuh.

Ada juga yang sudah-sudah itu demo menentang kebijakan pemerintah misalnya, atau ada yang menolak kebijakan kampus yang memberatkan mahasiswa.

Dan kemudian saya melihat berita ini:

http://tv.liputan6.com/read/2287291/protes-biaya-toilet-mahasiswa-demo-pihak-mal-di-makassar

Mahasiswa demo, sampai bentrok, karena ada biaya pemakaian toilet, di mall...

Ambil pestol, tembakin satu-satu.

Pandir

Memang selalu sih, tiap tahun, tiap ujung lebaran, yang namanya pusat perbelanjaan di sini ramai. Ramaaiiiii... Baik dijalannya yang menyebabkan macet parah, pun di dalam pusat perbelanjaan itu sendiri, saya bisa tebak dan bayangkan, sesak. Kayak koloni kampret di gua sempit.

Pola ini kejadian tiap tahun, tiap ramadhan. Tapi ya itu, kenapa orang banyak mau menghadapi kenyataan begitu. Kalau pinteran dikit, kan bisa seminggu/dua minggu sebelum ramadhan masuk sisihkan sedikit waktu sama keluarga untuk shopping. Sampai puas. 

Atau juga seminggu/dua minggu awal ramadhan. Kan masih kondusif itu. "Tapi rif, THR nya kan dapatnya ya pas akhir-akhir ramadhan juga. Makanya orang-orang ya bisanya shopping pada momen yang sama. 

Iya, tapi kan nggak harus ke tempat yang itu juga kan. Tau rame begitu. "Tapi rif, di sini kan mall cuma ada dua, Bakso mall dan Plasa Andalan, ya wajar la kesana semua. One stop shoppingnya terbatas. Kalau tempat lain jadi sedikit pilihan dan ya tempatnya jauh-jauh. Kalau mall enak, pilihan banyak, kalau nggak suka tinggal ke sebelah. Yang dicari pun bisa macam-macam barang, bukan hanya baju dan kue aja. Gimana sih rif." 

Etapi, di keluarga saya bisa tetep lebaran juga kok meski tanpa menjadi pandir begitu. Alhamdulillah tetap dengan kue lebaran, alhamdulillah dengan pakaian baru, setelah saya ingat-ingat lagi juga. Kue lebaran, sudah saya ceritakan di post sebelumnya. Kalaupun ada kukis atau cake lain, sudah pesan jauh-jauh hari. Yang jual kue kan bukan di mall aja. Ada banyak penjual kue enak di kota ini yang nggak melulu jual di mall. Yang jual cola juga bukan mall aja toh.  Beli baju, biasanya ya itu, pokoknya sebelum atau awal ramadhan. THR belum diterima itu, ya makanya belinya tidak beli sekaligus kue-kuenya dan baju-bajunya. Kalau sekaligus gitu THR sebulan gaji dalam sehari jebol juga.

Dan akhirnya di penghujung ramadhan bisa lebih tenang. Mau santai di rumah, mau kerja bersih bersih rumah karena mau lebaran. "Tapi kan ke mall itu juga sambil hiburan dan liburan begitu rif".
Nah ini saya nggak bisa mbantah, kalau namanya senang itu selera pribadi. Tapi apa iya bisa senang macet dan sesak begitu?

Makanya saya banyak doa supaya puasa ini nggak rusak, mengingat saya sudah ngata-ngatain orang pandir, mana orang pandirnya banyak lagi, se-mall dari siang-mpe malam. 

Mudah-mudahannya juga dikemudian hari saya tetap diistikomahkan untuk tidak larut menyambut momen lebaran dan tidak ikut-ikutan untuk mau-maunya macet-macetan dan sumpek-sumpekan di mall. Amiin.  

Kue Lebaran Ideal

Sudah sejak 2011 lalu, kalau lebaran, saya selalu usul dan memaksa ke Ibu, untuk jangan menghidangkan kue-kue untuk lebaran, seperti lazimnya kue-kue lebaran. 

Maksudnya begini, Tuan dan Nyonya tentu mahfum bahwa pada saat lebaran, baik saat  menghidangkan kue lebaran, ataupun pergi berlebaran ke rumah orang lain, yang ada adalah kue-kue atau kukis yang nyaris seragam semuanya. Atau kacang-kacangan. Kastengelkah, nastarkah, putri saljukah, kue kejukah, kue bawangkah, kue sagukah, kacang bawangkah, kacang telorkah, dan sejenis-jenis itu semua. 

Tidakkah Tuan merasa mati selera ketika berlebaran ke rumah orang lain dan dihadapkan dengan kue yang itu-itu saja? Tidakkah Nyonya berpikiran bahwa tamu nyonya pun merasa mati selera ketika di rumah kita mereka nemunya juga kue-kue sejenis yang juga didapatinya di rumah-rumah lain yang ditamuinya itu? 

Tak jarang, akan selalu ada kue-kue lebaran idul fitri itu, akan ketemu dengan lebaran haji. Belum lagi harga setoples kue-kue itu sekarang yang lumayan mahal. Saya liat harga online kue kastengel, dijual 96ribu. Baru setoples, baru satu jenis kue. 

Lalu bagaimana?

Sejak 2011 hingga lebaran yang minggu depan, saya sudah sukses memaksa Ibu untuk lebih menghidangkan kue altenatif. Tidak susah nyarinya, dan relatif tidak lebih mahal secara agregat. Dibandingkan dengan harga kue-kue khusus lebaran. 

Gampang, tinggal pergi ke minimarket. Liat disana banyak wafer tango, udah yang kaleng, itu 20ribuan. Satu kaleng itu stok 3-4 hari lebaran juga cukup. Atau juga oreo banyak. Liat itu ada snack ringan stick kentang buatan industri rumah tangga. Setengah kilonya aja juga 20ribuan. Untuk stok selama lebaran pas. Sama itu juga permen bola coklat apa sih mereknya, pabrikan yang nggak terkenal. Tapi isinya banyak dan harganya ndak lebih pula dari 30ribu. Ponakan saya yang bocah juga banyak, ini bisa ada jual jelly bungkusan kecil dari nata de coco atau wong coco, sebungkus hampir 500gr itu 12rbuan, beli 4-5 bungkus cukup. 

Dan banyak lagi itu kan kue-kuean, biskuit-biskuitan. Tinggal pilih sesuai mau. 

Maka demikian kita sudah mendapatkan benefit-benefit seperti saya cerita di atas. Selera kita dan tamu menjadi ada alternatif dari kue-kue lebaran mainstream. Harga yang dibayarkan pun juga jadi lebih rasional, kombinasi kue-kue di minimarket itu, dengan jumlah yang lebih banyak, setara dengan setoples kue lebaran. 

Gampang dan seru nggak? Nggak juga gapapa. 


Gibraltar Airport

Sejenak meghabisi siang dengan tonton tayang ulang jerman lawan gibraltar. Gibraltar. Ada laptop dengan google juga di depan. Input kata pertama gibraltar, auto detectnya kemudian mengarahkan ke Gibraltar Band  dan Gibraltar Airport. 

Kok Band dan Airport ini paling banyak dicari ya. Liat yang band. Meh, sekedar nama grup Band. Search yang Airport. Beehhhh... ini yang unik. Liat runway bandaranya itu, melintasi jalan utama di gibraltar. Jadi ketika pesawat mau take off atau landing, jalan raya kena lampu merah. Jadilah pengendara menunggu.  

Itu disana, batas jalan raya dan bandaranya ketika pesawat lewat, tidak ada palang. Hanya lampu merah. Terbayang langsung kita disini. Walau sudah makai palang juga, ketika ada celah dan terlintas pemikiran "ah, belon lewat juga ini, masih keburu laaa..." 

Untuk gibraltarnya sendiri, bisa kok ini.


Kenapa Jangan Memilih Fauzi Bahar untuk Gubernur Sumatera Barat

Tahun 2015 ini rencana pilkada gubernur Sumatra Barat. Ada beberapa calon, muka baru, orang lama, atau memang benar-benar  baru. Baru-baru ini norak.

Ada seperti yang namanya Mulyadi, yang saya ga tau bagaimana. Ada juga yang pakai singkatan namanya dengan pertanyaan retoris 'apakah sumbar sudah maju?' Lha kalau udah maju gimana, kalau belum, terus kenapa? Ya itu, dari singkatan namanya yang dijadikan pertanyaan tersebut saya kira mirip dengan orangnya, hanya akan menimbulkan pertanyaan.

Ada juga dengan mengaku-ngakukan bahwa dia adalah mamak bagi orang sumatra barat ini. Di iklannya terlihat bacaan bukunya La Tahzan, cocoklah dia baca itu, agar jangan terlalu sedih Mamak itu nantinya kalau tak terpilih. Kasian, mamak kita  itu sudah tua. 

Tapi itu  juga dilema bagi kita, kalau tak terpilih, pak tua muslim kasim itu bisa sedih. Kalau terpilih, bisa jadi kita yang akan sedih. Bagaimana kita akan berpacu dengan daerah-daerah lain yang punya pemimpin muda dan energik dengan pemikiran-pemikiran segar. Bagaimana nanti nasibnya rakyat Sumatra Barat jika punya gubernur yang mangkat di tengah masa pemerintahannya. Sudah tua sihhh...   73 tahun begitu. 

Ada juga Fauzi Bahar, nah Bapak inilah yang dapat kita jadikan contoh, contoh bahwa selama 10 tahun masa pemerintahannya sebagai walikota Padang, tidak banyak kemajuan yang kami dapat. Sepuluh tahun! 

Bahkan ridwan kamil di Bandung hanya butuh setahun setengah untuk mengubah wajah bandung. Risma dan jokowi dengan dua periodenya, memang membuat orang seIndoesia sadar ada yang berubah dari kota itu. 

Ini, di Padang, liatlah para perantau pulang, setau saya hampir semuanya yang ketika kami cerita, berkomentar sama, "Padang gini-gini aja ya..." Sepuluh tahun!. 

Jangankan hal baru, sekedar menjaga jalan utama khatib sulaiman saja dari yang semula bebas banjir meski hujan selebat apapun, gagal. Sama juga menjaga daerah jalan sepanjang baipas di ketinggian, daerah ketinggian, masih aja kena banjir. Sepuluh tahun!

Jangankan mengharap transpotasi publik yang maju mengiringi daerah lain, sekedar mengurai macet di pasar raya aja gagal. Sepuluh tahun! Terminal ga ada, angkot dan bis apd ngetem dimana suka. 

Ada yang bilangnya "tapi ada beberapa pembangunan infrastruktur baru itu!" Itu juga karena ada bencana gempa di Padang yang kemudian justru donatur-donatur luarlah yang kemudian menginisiasi pembangunan tersebut.

Gempa itu Tuan, saya pikir juga adalah hikmah dibaliknya, kalau tak ada gempa waktu itu, wajah Padang bisa-bisa sekarang ya akan begitu-begitu saja di bawah pemerintahan dengan pikiran ortodoks.

Eh ada sih, itu jalan taplau purus. Iya, akhirnya dengan 10 tahun. Akses jalan baru pinggir pantai sepanjang sekitar 2 km. Jalan jadi, tapi struktur sistem sosialnya tidak siap, jadilah tukang palak dengan modus parkir/ngamen.

Pasar raya Padang? Behhhh...
10 tahun?!

Eh disudahi sajalah saya tulis ini, berlarut ini nantinya.


Awalnya, saya kira samsat drivethru yang ada di padang adalah semacam mitos. Seperti halnya legenda legenda yang beredar di masyarakat.

Tapi barusan saya nyoba untuk bayar pajak kendaraan ke samsat padang, dan voila! Memang nyata adanya.

Selama persyaratan dokumen lengkap (ktp asli, stnk, bkpb) dan kendaraan yg kita bawa itu yang memang akan dibayar pajaknya, kita cukup mendatangi booth yg terdiri dari dua loket.

Loket pertama buat nyerahin dokumen, loket dua tinggal bayar.

Tadi itu dengan antrian dua motor di depan, durasi saya nunggu hingga kelar membayar itu lebih kurang 15menit. Not bad lah dibanding kalau bayar lewat loket reguler.

Jadinya ya drive thru untuk pembayaran pajak ini memang sebuah terobosan lah, nice move.

Lee Kuan Yew Bisa?

Atasan saya baru pulang dari Singapura, seperti yang lainnya, dalam obrolan kami terselip kesan dari atasan mengenai bagusnya tata kota yang ada di sana. Dari survey saya, 100% dari orang yang pernah berkunjung ke Singapura (dan Malaysia), yang kemudian bercerita tentang pengalamannya disana, semuanya selalu menyatakan kekagumannya tentang perbandingan bumi langit dengan Indonesia.

Ngobrol pun kemudian berlanjut ke tokoh utama dibalik megahnya Singapura, siapa lagi kalau bukan si tua almarhum Lee Kuan Yew. Bagaimana dengan kerasnya mendidik peradaban masyarakatnya, bagaimana usahanya menggabungkan multietnis dengan banyak macam tabiat yang ada disana, bagaimana lamanya mengubah air sungai dari comberan menjadi air yang bisa disuling untuk diminum.

Lee Kuan Yew hebat bla bla, Lee Kuan Yew tegas bla bla, Lee Kuan Yew visioner bla bla... Tapi jadinya sambil ngobrol begitu saya jadi kepikiran, memang LKY itu sehebat yang kita ceritakan, tapi kehebatannya teraplikasi pada Singapura yang penduduknya dan wilayahnya yang hanya seupil Indonesia. Bahkan jika upil-upil orang se-Indonesia dikumpulkan, dibagi-bagikan kepada masyarakat yang mau mencicipi, sisanya itu pun masih akan lebih besar dari wilayah Singapura. 

Saya pikir seorang Soekarno atau Soeharto yang juga memimpin pada era yang sama dengan LKY itu jika memimpin Singapura,  juga bisa dan mungkin akan lebih baik dari LKY itu sendiri. Dan LKY, jika memimpin negara macam Indonesia ini, bisa saja keteteran juga. 
Sesuai rumus dari para pakar personal finance, financial planner, atau apapun sekarang istilahnya, bahwa dari total pendapatan, perlu adanya anggaran saving/investasi senilai minimal 10%. Bahwa kenyataannya, untuk kasus tertentu, agak-agak sulit menerapkannya dengan tingkat pendapatan yang ada di Indonesia sekarang ini. Baik itu sulit karna memang sulit, ataupun sulit karena mindset. 

Nyatanya, kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, negara-negara emerging market dimana kelas menengah sedang tumbuh-tumbuhnya. Negara majupun juga serupa, seperti saya ketemu artikel ini. 

Bahwa masyarakat yang memiliki income paling tinggilah yang memiliki rasio saving tertinggi, ya itu baik karna mampu maupun karna mau. Sehingga ini kemudian menimbulkan tanya bagi saya, apakah golongan rich ini menjadi kaya karena pola savingnya yang cukup tinggi atau dengan pola saving tinggi itu semua golongan kemudian menjadi 'rich'? Atau berpola saling impulsif?  
Ponsel saya bunyi, saya jawab.

"Rif, ada Pak Wawan? " Bang yomi nanya.
"Oh, ada bang..."
"Bentar rif..."
"Ok bang."
"..."
"..."
Setelah hampir satu menit, bang yomi tetep diam, lha sayanya bingung. Ini bentar ngapain kok diam aja. Habis itu telepon mati.

Tak lama berselang kemudian bang yomi balik ke kantor, "Rif, kok ga jadi tadi kasih telponnya ke Pak Wawan?"
"Lho, itu tadi maksud abang bentar itu mau ngomong ke Pak Wawan? Saya kira bentar nunggu abang mau ngomong apa gitu... Hahahaa...'

"Halah..."

Subprime Mortgage di Amerika

Awal kehancuran bubble ekonomi di Amerika 2006 lalu, diawali adanya pinjaman perumahan yang sudah terlalu besar nilainya dan ketidaksanggupan debitur untuk mengangsur pinjaman. Iya, bagaimana tidak, sekarang saja, untuk mendapatkan rumah di Amerika, anggaplah di NYC, ibu kota dunia itu, kita perlu memperoleh penghasilan setahun 87,536 US Dolar

Coba, sekarang Rupiah itu 13,000 per dolarnya, artinya perlu penghasilan sekira Rp. 1,137,968,000,-. Atau sebulannya Rp, 94,830,666,-. Meh, kudu piye. Tapi saya rasa kita tidak perlu pusing, santai aja sih, karena itu kan di Amerika. Urusan mereka lah.  

Tapi berapa sih kira-kira harga rumah di sana? Kalau ikut aturan standar manajemen keuangan, hutang itu mesti tidak lebih dari 30% pendapatan,  jadi kita mesti ada tagihan cicilan utang per tahun yaitu USS 26,261 atau Rp. 341,390,400,- (mak, ini mah bisa beli satu rumah di indonesia), dan anggaplah cicilan rumah mereka itu 10 tahun maka cicilan rumah mereka akan lunas dengan dana Rp. 3,413,904,000,- (di luar bunga). Eh tapi kan itu cicilan aja, kalai coba kita samakan dengan standar di Indonesia, cicilan rumah itu 70%, dimana 30% nya adalah pembayaran DP. Maka harga tadi masih 70%, perlu sekitar 30% dari harga rumah sebenarnya, jadi nambah di DP sebelumnya yaitu Rp. 1.463.101.714,29. 

Maka total harga rumah di NYC adalah Rp. 4.877.005.714,29.  Keterangan yang nggak berguna tapi bisa menjadi dering bel bagi kita.

Gambar Bandara Internasional Minangkabau

Sudah bertahun hitungannya sudah tidak ada gambar-gambar. Ini coba lagi. Disela-selakan dalam kerja. Gambar orisinil dipilih secara random di google image. End up nya di gambar ini.

Jadinya begini
Gambar apaan sih. Ada beberapa tarikan garisnya dan bayangan yang gak sempurna. Untuk beberapa objek seperti mobil-mobil dan semak yang menjadi latar belakang gak tergambar. Gak ketemu tekniknya. Beberapa perspektif tidak sesuai juga. Tambah pesawat bantet begitu ya.


Kisah Misterius di Kantor Baru

Bukannya saya sudah ada cerita minggu lalu, bahwa kantor baru yang kami huni banyak dikatakan angker? Untungnya kami disini ada aman-aman saja sih. 
Kecuali satu hal. 

Bukan angker sih ini, tapi mengagetkan. 
Siapkah Tuan menyimak ceritanya? 

Ini waktu beberapa hari setelah berkantor di tempat baru ini. Kejadiannya pagi, waktu jam-jam masuk kerja. Seperti biasanya yang saya bilang, saya terlambat datang. Ceklok di pos 1 itu sudah pukul 07.37. Lewat 7 menit. Ok. 
Kemudian saya jalan lagi ke kantor baru itu, ada sekitar 3-4 menitan ke sana. Secara jarak dan waktu tempuh, antara kantor baru dan kantor sebelumnya ini tidak selisih jauh. Cuma karena kantor lama itu berada di emplasmen khusus, akses masuk khusus, melewati portal penjagaan, jadi secara psikologis terkesan lebih jauh. 

Ok balik lagi, saya nyampe di kantor baru, yang di sana juga ada mesin cekloknya, saya coba liat jam tertera disana, dan inilah kengerian cerita ini. Terlihat masih jam 07.35! Apa-apaan.

Artinya, jam ceklok di kantor baru ini lebih lambat lebih dari 5 menit dari yang semestinya. Saya menjadi gembira ria tercengang dengan kenyataan ini. Hehe. 

Dan saya sudah  mencoba memanfaatkan jackpot tersebut kemarin. Ketika masih di SPBU sebelum gerbang perusahaan, saya sudah denger bunyi bel masuk pagi. Saya terus, jalan melewati pos 1 dimana seperti biasa disana antri banyak, melewati pos 2 yang disana jam di mesin ceklok ga beda jauh dengan pos 1, sampe akhirnya nyampe kantor, matiin mobil, berkemas, dan jam di mesin ceklok masih jam 07.25 :-))). 

Tidakkah semestinya saya sedikit merasa gembira?

Free Lunch 2

Akhirnya jadi kan saya ke mess, "Bang Arif ntar ke mess ya, hari terakhir nih bang, dapat makan siang enak." Oke Rahmat.

Lima hari dengan lima olahan masakan berbeda, meski di tiap harinya ada menu wajib, sayur bening dan tempe. So Javanesse. Tadi ada telur rebus yang kemudian digoreng. Kalau masakan padang pakai sambel cabe biasa, kali ini juga, tapi dengan tambahan bumbu sambelnya kayak kunyit atau apa gitu ya, sehingga sambel telur gorengnya berasa spicy. Mantap.


Free Lunch

Syahdan Milton Friedman pada 1975 memunculkan istilah dalam ilmu ekonomi yang juga kemudian dipakai dalam komunikasi masyarakat sehari-hari, bahwa hari ini tak ada lagi makan siang gratis. There's no such thing as a free lunch. Baik secara istilah, maupin harfiah. 

Tapi seminggu ini saya menyangkal dengan senyata-nyatanya teori itu. Udah hampir dua minggu ibu di rawat di rs (lagi). Jadinya saya tak bawa bekal makan siang. Tapi namanya anak soleh, Alhamdulillah rejeki ada aja.

Kamis minggu lalu saya telpon Rahmat apakah istirahat siang ke mess atau nggak, kalau iya, apa ada rencana beli makan siang, nitip sekalian rencana. “Ga usah bang, pokoknya datang aja. Makanan udah ada!”  Weh? Kenapa bisa.

Saya nyampe mess, “Assalamualaikum”. Saya nyapa masuk baik-baik, untungnya gitu, nggak pake dimacem-macemin, biar terkesan lucu. Eh, yang nyambut masuk om-om. Lhaaa… Ada adip nyamperin, “Bang, kenalin itu papa aku bang…”

Oooo… Orang tua dan adek adi ini liburan ke padang. “Om ini sejak jaadi pegawai, nggak ada gitu yang cuti libur lama, jauh juga kayak gini.”

“Berarti bagus dong om si adipnya kerja disini, jadi punya alasan untuk cuti dan liburan, hehe.” Itu saya menanggapi sambil makan soto, soto jawa, yang dimasakin ibunya adip. Suwiran ayamnya ayam kampung. Pake sambel rawit merah, pake tetesan asam yang segar, pake sayur. Enak.  

Jumatnya, memang biasanya saya ke mess juga, ada juga sih dapat jatah nasi bungkus waktu rapat. Tapi mamanya adip gorengin tempe sama ayam. Sambelnya sambel colek kecap, pake rawit, pake bawang. Sayurnya bening. Beuuuhhhh… Nasi bungkus rapat jadinya saya nyatakan expired. Hahaaa…

Itu juga karena ada orang tua adip, kita jumatnya jadi sebelum azan dong. Padahal biasanya kalau makan dulu, nyantei gitu. “Bang, ini malaikat-malaikatnya pada kaget nih, absen kita di masjid biasanya di belakang-belakang. Ini kelabakan malaikatnya nyiapin absen karena kita datengnya duluan. Hahahaaa…”

Senin, Rahmat nelpon, “Bang ntar istirahat ke mess lagi aja kita.” Oke mat. Ada ayam goreng kayak hari jumat, tapi ini sambelnya bukan kecap, tapi sambel terasi pedes manis. Barakallahhhh… Tiap hari itu masaknya mama adip ini untuk banyak-banyak porsi pulak.

Dan kemarin selasa, saya sudah mentekadkan diri, untuk tidak istirahat makan siang ke mess lagi. Biar di warung aja lah. Malu kite kalo ke sane mulu… Ngerepotin orang juga ih.

Bahkan Bang Ron sampe kirim pesan, “Rif dimana, istirahat ke sini kan, ini mama adip nanyain, udah masak nih.” Seperti saya bilang, segen sih saya makan siang kesana terus. Maka dengan diiringi komitmen kuat saya jawab bang ron dengan tegas, “Oke bang, ntar lagi saya ke sana.” Mbahahaa. Iman mah loyo.

Jadinya saya disambut ayam lagi. Wah kali ini juga digoreng, tapi ayamnya sudah dilumeri semacam saus kacang begitu. Jadi kalau tuan bisa bayangin, itu adalah seperti sate ayam. Tapi bedanya ini ayamnya berupa potongan-potongan gede, digoreng, terus dikasih ulekan kacang yang udah pake sambel. Wahhh…

Kamis pas libur imlek besok orang tua adip pulang ke Surabaya, masih ada nanti siang yang akan menjadi misteri kemana saya akan makan siang, tapi melihat tabiat saya sih bisa lah Tuan duga kemana. Hehe. Mudah-mudahan anak soleh ini ada beroleh rezeki. Terima kasih orang tua adip. 
Setelah setahun kurang dua hari berkantor di proyek pembangunan pabrik baru ini, mulai hari ini unit kami pindah ke kantor baru. Unit sebelumnya yang menempati kantor ini kebetulan dapat lokasi kantor baru juga. Jadinya unit kami ngisi posisi ini. 

Iya, ngapain juga unit kami berada disekitar lokasi proyek. Selain berdebu, vendor-vendor yang bekerja dalam pembangunan proyek dengan mudah nuntut-nuntut pencepatan proses pembayaran tagihan mereka. Hal ini membuat bos kami tak senang, membuat kami tak bekerja tenang. Belum juga dengan lahan kantor yang begitu-begitu saja, yang awalnya pas, seiring makin jalan proyek, makin banyak yang berkantor disini, jadinya makin sempit, makin hiruk. 

Untungnya disana, kordinasi antar unit bisa lebih gampang dan cepat. Kalau sekarang di sini, kordinasi jadinya berjarak ruang. Sehingga kaadang kurang efektif. 
Bagusnya di sini, suasana cukup tenang, sehingga nyaman untuk bekerja, debu kurang, luas ruangan hampir separuh kantor di proyek, sedangkan yang isi unit kami aja yang total karyawannya hanya 10 orang saja. Lapang, mau ngapain juga. 

Tapi dari semua itu, hampir setiap orang yang mengetahui kami pindah, mengingatkan tentang satu hal saja, bahwa kantor kami ini berada di kaki pembangunan pabrik pertama, yang sudah ada sejak tahun 1910, yang sudah tidak berproduksi lagi  (kecuali sebuah cement mill, itu pun kalau ada pesanan tipe khusus), tak berorang lagi. Jadi kami disuruh maklum, dipahami untuk bermental kuat kalau malam. You know why lahhh...

Tapi uniknya, hampir semua driver proyek, juga mayoritas OB, mintak untuk diajak pindah kesini.
"Pak, ntar mintak ke HRD pindahin saya aja ya pak ke sana. Pokoknya bersih lah di sana. Saya yang handle sendiri juga gapapa"
atau
"Pak, ntar disana butuh driver yang standby ga? Kalau iya, biar saya aja pak."

Usut-usut, banyak mereka yang memang ingin juga pindah dari kantor proyek. Bagi OB, karena jumlah orang di sana banyak, total bersama konsultan juga, hampir 300 orang, sedangkan mereka cuma ber-4, kerjaan mereka jadinya banyak, kalau kami mah 10 orangan saja. 
Belum lagi kalau kerja mereka juga jadi kurang berkesan, gimana nggak, meski meja udah dilap pagi, siangnya udah berdebu lagi, lantai apalagi. 

Sama juga itu, driver sama kayak ob, kata mereka karna orang di kantor proyek rame, bos-bos rame, mereka sering bingung sama instruksi dan requesan. Semua orang merasa paling butuh dan paling bos. 

Sekali lagi karna kami cuma 10, ya mereka yakin tekanan kerja mereka akan berkurang. Eh ada satu lagi, ini saya dengar-dengar. Mereka pada pengen ikut karna ada unit kami itu sedikit dari sekian banyak unit yang asik. Karna iya, rasanya kami ga neko-neko, ga pernah ngasih instruksi dengan memerintah, yang kerja itu ya kerja, yang bergaul sesama ya bergaul becanda juga. Sehingga, rasanya kalaupun yang pindah adalah unit lain, belum tentu juga rekan-rekan itu mau ikut minta pindah.  
"Jadi sekarang-sekarang ini memang sering telat ya Rif?"
"Iya nih bang, gitulahhhh...""
Itu saya jawab pas lagi ngobrol-ngobrol pagi.
"Absensinya banyak yang kepotong dong, gimana tuh..."
"Hehe, duniawi mah bang."

Syukurlah, semakin saya nambah usia, saya juga nambah bijak ngeles. Hee....
Seperti kebanyakan orang duga, dan juga saya, presiden kita ini kan boneka. Dibawah kontrol mega, apa-apa mega apa-apa mega. Ntar kalau mega kenapa-kenapa, tahi lalat koroner,  koma karena jatoh keberatan sanggul, terus gimana? Ganti ke paloh? Lah kalau janggutnya rontok, bisa apa juga? Ke Puan? Lah kan itu menterinya. Masa minta instruksi dari menteri.

Iya, kita sudah menduga semenjak awal bahwa PDIP akan menjadikan Jokowi alat kontrol dan penguasaan. Tapi yang saya tidak kira itu, bahwa kekacauan ini kejadian dalam tempo yang sangat cepat di masa pemerintahannya. Baru beberapa bulan, seakan masa empat tahun mendatang sudah tak aka ada lagi.

"Tapi Jokowi itu pinter lho, dia tau kok apa yang akan dia lakukan dengan posisi dan situasinya." Iya, mungkin, tapi segala gestur sungkemnya  ke bumerang eh  bumega tidak menunjukkan bahwa dia tau apa yang akan dilakukannya kalau tanpa petunjuk bumenyan eh bumega. Segala kunjungan ke rumah bumega di situasi genting negara sehingga  membuat seakan istana presiden sudah pindah ke rumah mega juga meluruhkan statement mengenai kemampuan Jokowi untuk mengendalikan situasinya yang kejepit. 

Dari bawah dijepit rakyat, dari atas digencet PDIP. Seru om?
Sedangkan APBD provinsi ini, provinsi ranah, alam takambang jadi guru ini, banyak yang tidak disetujui pemerintah pusat gegara dinilai tidak prorakyat dan lebih menguntungkan kalangan birokratnya. Ini semacam penanda bahwa birokrat-birokrat provinsi ini memang lebih bersifat cadiak-galia daripada cadiak-pandai.

*reminding kasus korupsi anggota dprd massal di tahun 2003

Itu lingkaran yang cukup besar, saya banyak tak taunya dan lebih dengar ke ceritera yang ada. Lebih sempit, yang baru dan terasa lebih menyengat, karena temen saya si Anggit baru jadi korban. Jadi kisahnya Ibu kota provinsi ini ingin meniru ide Bandung punya taman. Taman tematik. Taman yang didesain dengan tema-tema tertentu. Total sekira ada 8/lebih taman, yang deket basko, deket jembatan siteba, raden saleh, bunderan air mancur pasar raya, taman depan mesjid taqwa, taman deket rs tentara, taman sebelah kantor pos, taman sumpah pemuda seberang ina muara, dan tugu bunderan simpang haru. 

Iya, saya inget semua, karena waktu itu ikut nemenin anggit muter-muter padang survey ke masing-masing itu taman. Dan si anggit ini,  mendapat pneawaran penggarapan taman tersebut melalui sebuah rekomendasi. Ok. Mulai lagi dia sibuk-sibuk di ini kota. 

Saya sih enak, cuma ngasih saran kalau ada anggit tanya tentang tema-nya yang ke-minang-an. Dia jawa dan minang luntur. Saya minang tulen. Tulen lunturnya. Si anggit jadi kayak nanya ke cermin. Jawaban yang didapat tidak lebih banyak juga dari yang dia tau. He. 

Iya, saya mending. Dibanding angga, itu angga bahkan ikut nemenin anggit ukur taman-taman tersebut. Siang panas terik, atau yang dibunderan air mancur justru harus deket tengah malam karena kalau siangnya tidak memungkinkan. Siang panas ke lapangan, malam turun desain. 

Desain udah ok semua. Tinggal presentasi dan perstujuan pemda. Oh, sponsor juga. Ok sip.

Kalau ok gimana nggit? Ya nunggu pemda dan sponsornya aja. Bilang eksekusi saya mulai jalan. Mantap. Sementara itu dia balik jogja dulu, ngajar mahasiswi eh mahasiswanya yang sudah lewat beberapa kali.

Nggit, gimana? Kapan mulai jalan pengerjaan taman. 
Masih belum.  Tapi taman yang di sebelah pos udah ada yang ngerjain gitu. Kemarin ada yang ngecek,  ga jelas  yang kerja siapa, tapi kabarnya itu ada orang pemda yang nyuruh. 

Lhaaa... ada oknumnya yang main maruk begitu. Licik ah. Ga elit. Kampung. 
Ini bukan karena anggit ini teman, bisa siapa aja. Yang sudah kerja, mulai garap dari nol, nyiapin segala halnya. Tau-tau tanpa kabar ditilep begitu. Njing. 

Kota ini panas, gerah kalau siang. Tapi saya berharap ada badai salju yang kencang dan mematikan, khusus di rumah oknum itu, di tengah teriknya kota. Mudah-mudahan kejadian.