Breakfasting on the Road

Nah, sekarang terbayang kan? Misalnya, dalam satu bulan Ramadhan, ada beberapa jadwal kita berbuka diluar bersama teman-teman ini, rekan-rekan itu, di resto ini, di rumah makan itu. Dan berulang-ulang tiap tahunnya di saat Ramadhan.

Itulah tadi dia yang kemudian kita jadi ada sedikit suntuk, tempat makannya ramai, sesak, suara-suara berisik dari masing-masing meja, menu-menu tak sesuai pesanan atau terlambat, karena pegawainya telah hang punya kerja melayani ratusan tamu pada saat bersamaan, tempat solat sempit dan jorok. Ih.

Maka secara tak sengaja saya menemukan metoda asik agar terhindar dari situasi menjemukan seperti itu dan tetap bisa menikmati suasana berbuka yang nyaman. Voila, inilah breakfasting on the road.

Metoda ini secara tak sengaja saya temukan waktu ikut acara buka bersama kemarin. Seperti biasa selain saya yang ogah-ogahan ikut ke acara riuh-riuhan seperti itu, sayanya juga telat keluar kantor. Nyampe di perjalanan di Simpang Haru, bedug magrib udah bunyi, ya udah saya mampir beli teh kemasan dan camilan.

Sambil nyetir sambil ngemil ke lokasi gitu saya mendapati suasana yang tentram, jumlah kendaraan tidak seberapa di jalanan karena orang-orang sudah menepi untuk berbuka.,Pasang music sesuai suasana. Kita menguasai jalan, Tuan. Cahaya matahari yang mulai redup itu adalah sesuatu yang tidak kita dapati juga kalau berbuka di ruangan kan? 

 Jalan lapang, suasana santai, kapan lagi akan kita dapat di hari-hari biasa pada jam segitu?
Karena berbuka di daerah yang memang kawasan ramai dan juga melewati daerah-daerah serupa, saya bisa bebas melihat ke tempat-tempat makan berbuka bersama itu, betapa orang-orangnya rame bener, sesak-sesak, kasian.

Mampir magrib dulu di mesjid, yang lebih lapang, lebih terjamin bersih, tidak merasa diburu-buru yang akan solat berikutnya.

Barulah kemudian menuju lokasi, orang-orang sudah pada makan, ada juga yang mejanya sudah diberesi pelayan. Ada yang kemudian langsung pergi. Jadi mulai lapanglah tempat makan untuk berbuka itu. Bebaslah kita memesan ke pelayan apa suka tanpa berebutan pesan dengan pengunjung lain, maka tenang jugalah kita akan makan.

Bagi Tuan Nyonya yang ingin coba, sedikit saran saya, pilihlah minuman yang ready to drink dan makanan yang easy to eat. Sisanya, segala kesenangan berbuka dengan suasana seperti itu, Tuan sendirilah yang menjadi Tuannya.



Dasawarsa

Sepuluh tahun lalu, tahun 2004. Tahun pertama saya di SMA, tahun awal juga saya belajar nyetir. Tiap ada kesempatan, selalu saya meminta ayah mendampingi pergi belajar di jalan. Iya, menemani duduk begitu saja disamping, waktu itu kalau belajar sendiri saja rasa tak tenang. Meskipun nantinya selama perjalanan tidak akan ada percakapan. Kami masing-masing senang dalam diam.

Bahkan pernah beberapa kali kami pulang ke kampung Batusangkar cuma berdua, kami hanya bercakap ketika akan mampir solat, mampir makan, mampir isi bensin,  atau ayah ingetin saya jangan ngebut, gitu aja. Tapi kami tenang, tapi kami senang. Entah untuk Tuan Nyonya yang banyak cakap, tentu akan stress  jika ikut jalan bersama kami. Tak seru. Menurut kalian.

Setelah satu dasawarsa kemudian yang ada adalah kebalikannya. Tiap saya pulang kerja ayah ada berharap kepada saya untuk pergi keluar lagi supaya bisa beliau ikut. Jalan-jalan begitu saja, kemana saya bawa, sebagaimana 10 tahun lalu. Karena itulah hanya penghiburan aktifitasnya semenjak terkena stroke di 2011.

Ada idiom bilang bahwa orang tua, semakin bertambah umurnya, tingkahlakunya juga akan kembali seperti anak-anak sediakala. Saya sudah mendapat bukti.

Waktu sebelum saya sekolah, tiap pagi jam 7/8, saya dan kakak akan selalu menangis, karena ayah dan ibu keduanya harus pergi mengajar di kampus masing-masing. Kami dititipkan tetangga, sykurnya siang ada kakak sepupu yang jagain.

Malamnya, kami nangis lagi karna orang tua belum pulang. Kakak sepupu bingung nenangin. Ayah harus jemput ibu dulu yang jadwal ngajarnya selesai bisa sampai malam. Kakak nangis, sayanya ngambek dan marah ke ibu karena lama pulang. Tapi kadang ayah ajak kami juga jemput ibu. Sampai-sampai rumah bisa jam 8,9,10,11. Terasa kemudian bahwa itu adalah melelahkan.

Sejak saya kuliah, ibu sudah suka panik saya lama pulang, terlebih-lebih lagi sekarang. Ujung-ujungnya sampai rumah kena marah. Sama bagaimana saya dulu marah ke ibu karena lama pulang. Bedanya beliau karena kerja, saya entah karna apa.

Sejak terkena stroke juga ayah yang tidak seperti ibu, juga jadi seperti itu, Ketika masih masa training yang menyebabkan saya sering pulang dini hari, kata kakak ayah tidak ada sedikitpun bisa tidur sampai kemudian suara mobil saya terdengar di depan rumah.

Tapi ya sekarang, satu dasawarsa, tak ada lagi saya bisa ajak ayah jalan kemana suka. Ini ramadhan, tinggal ibu dan kakak saja yang berbuka karna seringnya saya tidak dapat berbuka di rumah karena telat atau acara berbuka di tempat lain.

Iya, perubahan-perubahan seperti itu memang ada, perubahan yang sudah digariskan kan? Rasanya kita cukup mengikuti garis itu yang diciptakan-Nya, sehingga bagaimanapun ada perubahan, kitanya tetap bisa tenang, tetap bisa senang, insyaAllah.  

Kisah Si Kerudung Merah dan Serigala

Pada suatu hari, seorang gadis kecil, yang biasa dipanggil  sebagai Kerudung Merah oleh orang tuanya, (musabab senang betul gadis itu menggunakan kerudung merah jika bepergian keluar rumah) berencana pergi mengunjungi neneknya yang tinggal di pedesaan yang masih bisa dibilang berupa hutan.

Ibu si gadis menitipi keranjang yang berisi oleh-oleh untuk si nenek sambil berpesan, "Segeralah menuju ke rumah nenekmu, jangan mampir-mampir dan bermain di perjalanan, dan jangnlah pula engkau berbicara ke sembarang orang."

"Baik Bu..." Gadis Kerudung Merah menjawab patuh.

Berangkatlah ia dengan hati riang, dengan perasaan gembira. Hingga diperjalanan, ketika baru saja memasuki hutan, gadis itu mendapati sebuah tanah lapang yang penuh dengan bunga-bunga indah yang baru mekar dan dipenuhi dengan berbagai kupu-kupu disekitarnya. Terpesona dan mampirlah ia. Biasa, women. 
Lupalah Kerudung Merah dengan janjinya. Tanpa disadari ada seekor serigala telah mengintipinya. Serigala tersebut kemudian menghapiri dan bertanya tentang perihal si gadis. Dijawabnyalah dengan terang oleh si gadis perihal dirinya dan tujuannya.

Serigala, yang awalnya berniat menerkam saja gadis itu, mengganti rencana dengan berkunjung ke rumah neneknya. Bisa dapat dua. Si Kerudung Merah, yang sadar telah lalai, buru-buru mengemasi barang dan melanjutkan perjalanan.

Tapi serigala memiliki langkah yang lebih cepat. Sesampai di rumah nenek, langsung dia menerkam dan menelan nenek renta tersebut. Sesegera mungkin juga ia berganti pakaian dan menyamar menjadi sebagai nenek. 

Tak lama berselang, Gadis Kerudung merah sampailah ke rumah neneknya. Ketika masuk, didapatinya neneknya tidak seperti biasa. 

"Kemarilah gadis kecilku" ujar serigala dengan suara parau.
"Nenek Suaramu terdengar sangat aneh Apakah ada masalah?." jawab si gadis kecil keheranan.
"Oh, aku hanya sedikir kedingininan, manisku " cicit serigala menyembunyikan suaranya.
"Tapi Nenek! telingamu nampak besar sekali " kata kerudung merah saat ia beringsut mendekat ke tempat tidur.
"Ini agar aku bisa semakin baik mendengar kamu, Sayang,"
"Tapi Nenek! matamu juga sangat besar sekali!" 
"Ini agar semakin baik untuk melihat kamu, Sayang," 
"Tapi Nenek! Gigimu juga sangat besar sekali" kata gadis itu mulai merasa ketakutan
"Ini agar semakin baik untuk memakanmu, Sayang," raung serigala dan ia pun melompat keluar dari tempat tidur dan menerkam gadis kecil itu.

Gadis itu berteriak sekencang mungkin, dan terdengarlah oleh seorang penebang kayu disekitar itu dan secepat mungkin mendatangi sumber suara. Serigala yang terlihat tengah mengejar Kerudung Merah akhirnya dibunuhlah dan ajaibnya, neneknya masih hidup dan bisa dikeluarkan dari bangkai serigala tersebut. 

Menyesallah Kerudung Merah akibat kelalaiannya. "Oh andaikan tadi aku hanya mendengarkan bagaimana nasihat ibuku untuk tidak bermain dalam perjalanan..."  

Si nenek mendengar dan menanggapi. "Apa? Jadi ibumu sudah mengingatkanmu tapi kau tidak mengindahkannya?"

"Iya nek..."

Si nenek kemudian murkalah dia. "Jadi gara-gara kamu aku harus diterkam oleh serigala itu???" 

Belum sempat Gadis Kerudung merah itu meminta maaf, si nenek telah merebut kapak di tangan penebang kayu yang menyelamatkannya tadi dan menghantamkannya ke kepala si Kerudung Merah. 

Kepala Kerudung Merah pecah seketika dan terkaparlah ia. Darah bercipratan kemana-mana. Meski begitu Kerudung Merah masih sadar. Dia masih belum meminta maaf pada neneknya.

Tapi meski begitu, melihat Kerudung merah masih sadar, sekali lagi diayunkannya sekali lagi kapak itu ke perut gadis yang terkapar itu hingga perutnya terbelah. "Bisa-bisanya gara-gara kelalaian kau saya jadi korban terkaman binatang buas! Rasakan itu cucu durhaka..."  

Penebang kayu hanya bisa mlongo menyaksikan kejadian itu. Kisah cucu yang tidak mematuhi orang tua dan nenek tua yang tak dapat menahan amarah.

Original story taken from HERE