Tapi untunglah, pada ‘pesta demokrasi’ 2014 ini, nggak ada satupun dari keluarga kami yang mengajukan diri menjadi caleg, kecuali paling kerabat keluarga, sehingga terhindarkanlah keluarga kami dari tindakan hina dan menjijikkan yang sedang ramai itu.

Sepeti pernah juga saya bahas, cobalah kalau kita tanya masing-masing caleg itu, kenapa ada aja pamphlet/poster/baliho mereka di tempat yag sudah dilarang. Pastilah kan jawabnya bukan mereka yang masang, tapi mungkin kelalaian tim suksesnya. Ya itu, mengelola tim sukses yang tidak seberapa aja untuk taat aturan ga bisa. Gimana mau bantuin konstituen yang nanti banyak?

“Pilihlah yang dosanya paling sedikit…, daripada golput, tidak berbuat apa-apa.” Berikut nasihat paling logis yang saya simak. Tapi dari pengalaman sih, yang dosanya paling sedikit itu, ketika nyampe di sana tetep saja jadi laknat. Dan golput itu ya Tuan, bukan berarti tidak ada berbuat apa-apa, justru itu letak upayanya. Jikalau golput menjadi sangat dominan, siapa tau jadi kepikiran untuk mencoba sistim pemerintahan yang baru dari yang bobrok sekarang? 

“Mau diganti apa? Khalifah Islam? Sistim khilafah itu sama sekali nggak menunjukkan demokrasi…”
Iya, ataupunlah begitu, justru disana juga letak demokrasi. Kita sudah nyoba segala sistim yang otoriter yang menyiksa, demokrasi yang bablas, kenapa tak coba yang Khilafah Islam? Tunjukkanlah demokrasi Tuan untuk mendukung sistim pengelolaan negara yang lebih baik.


Sudah pernah pada suatu masa sebelum ini, saya posting tentang gigi saya yang sakit, yang disebabkan lubang pada empat sudut geraham di mulut (yang satu sudah gugur terlebih dahulu jadi umpan perangkat klinik gigi pada 2006, pertama dan satu-satunya pengalaman di dokter gigi). Dan tiap kali kambuh, seluruh anggota tubuh turut rasa ngilu. 

Dan setiap kambuh itu juga hati saya goyang, mau rasanya melanggar pantang untuk tidak lagi ke dokter gigi, apapun terjadi. Ingin rasanya langsung menghambur dan duduk manis di kursi klinik gigi yang sial itu. Setiap kambuh, rela rasanya kalau graham itu dicabut saja dengan segera. Dan dengan tekad pula berjanji pada hati untuk segera mengatasi gigi tersebut ke dokter.

Tapi kemudian jika gusi dari graham tersebut sudah tak lagi meradang, seketika itu pula tekad itu lumpuh. Dan muncul lagi enggan untuk ke dokter gigi, apapun terjadi. Sampai kemudian hal yang di atas terulang lagi.
Entah sentimen atau trauma apa saya sama dokter gigi, tapi dari suatu sisi, sebuah sudut pandang opini, saya terkadang serupa dengan tipikal orang melayu udik yang diceritakan Andrea Hirata di Maryamah Karpovnya. 

Menurut orang melayu udik, permasalah gigi, gusi, dan mulut itu macam area genital. Bersifat pribadi dan tak sembarang mata diperkenankan menatap, tak sembarang tangan boleh menjamah. Dengan keyakinan serupa barangkali, saya terpaksa tahan derita ketika lubang gigi ini meradang. Baiklah rasanya tahan sakit hati daripada sakit gigi, oh Meggy Z durjana.

Export Credit Egency, Sisi Lain Pendanaan



Prolog postingan ini akan menjadi keren dengan kalimat berikut. Dalam kancah perdagangan bisnis dunia, ada cukup banyak alternatif yang digunakan oleh para pelaku bisnis agar terjaminnya pelaksanaan transaksi tersebut. 

Tapi karena yang banyak menggunakannya adalah sektor-sektor privat, belum banyak yang tau tentang alternatif-alternatif tersebut. Karena juga semua bagian dari transaksi itu adalah rahasia intern, juga tak banyak yang mbahas. Saya juga orang yang tidak banyak tau tentang itu. 
 


Contohnya untuk mekanisme transaksi export import dengan menggunakan skema Export Credit Agency (ECA). ECA sendiri dapat Tuan Nyoya cari di gugel, atau salah satunya referensi yang saya dapati ini.

Ringkasnya bahwa ECA ini merupakan sebuah skema penjaminan pembiayaan perdagangan ekspor impor. Mungkin sebuah perusahaan mencari kredit ke luar negri, tapi karena merupakan pemain rookie, atau pasarnya masih asing, kreditor dari luar tersebut agak ragu memberi kredit, nah di sana ECA berperan sebagai penjamin bahwa dana pinjaman akan dilunasi secara tepat oleh pencari dana atau mungkin importir. 

Di tempat saya sekarang kerja ada saya dapat sedikit diikutkan pengalaman proses tentang itu, makanya jadi tau. Meskipun ikutnya hanya di proses akhir, tidak ikut proses keseluruhan. 

Yangmenjadi agen ECA ini berbeda-beda dari tiap negara. Ada yang merupakan bagian department tersendiri oleh pemerintah seperti yang terdapat di Inggris. Ada yang merupakan lembaga swasta namun mendapat otoritas dari pemerintahan negaranya seperti di Denmark, adapula yang merupakan lembaga yang dibentuk/ditunjuk pemerintah, seperti di Indonesia oleh LPEI (lembaga penjaminan ekspor Indonesia) yaitu gabungan bank ekspor Indonesia dan apa ya satu lagi, lupa saya.

Kalau kompeni tempat saya kerja ini kerjasama ECA nya dengan EKF dari Denmark dan Hermes dari Jerman. Pada tahap akhir proses ECA dengan yang Denmark ini, mereka melakukan kunjungan langsung ke tempat debitor.

Satu poin yang ingin saya kemukakan dari sepanjang prolog di atas, yaitu bagaimana concern lembaga pembiayaan asing dalam menyalurkan kredit. Bahwa kreditur asing maupun lokal sama-sama mementingkan kemampuan financial calon debitor iya. Sama laah… Kapitalis. 

Tapi kemudian jika institusi lokal cukup berhenti setelah meyakini kemampuan financial calon debitornya, institusi asing ini mencari isu lain yang di daerah mereka adalah suatu kemutlakan. Waktu meeting dengan EKF itu, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh perwakilan mereka sama sekali tidak ada menyangkut keuangan perusahaan kami. 

Pertanyaan-pertanyannya berupa tentang bagaimana pengelolaan limbah perusahaan, bagaimana pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, bagaimana tanggapan masyarakat sekitar terkait rencana proyek perusahaan, bagaimana perlakuan perusahaan terhadap tenaga kerja perusahaan, dan sebagaimana lainnya yang serupa itu. Hal-hal sosial dan lingkungan. Memang bener-bener ditelusuri sama mereka. Bukan sekedar persyaratan adiminstratif.

Sekarang coba mungkin tuan nyonya yang sekarang bekerja dalam lembaga/institusi pembiayaan, apakah ada juga sampai mendalami seperti itu? Atau sekedar data keuangan saja? 

Kisah Singa, Serigala, dan Rubah

Ini cerita adaptasi.
Suatu hari, Singa, Serigala, dan Rubah pergi berburu. Singa adalah ketua gengnya. Dari hasil berburu, mereka berhasil menangkap seekor rusa, seekor zebra, dan seekor kelinci.

Hasil buru yang telah tumpas tersebut mereka bawa kembali ke markas mereka. Sebagai ketua geng, singa mengajak anggotanya untuk dialog masalah pembagian perburuan mereka.

“Heh, Serigala, cobalah kau bagi ini hasil perburuan kita. Bagaimana menurut kau? Sudah lapar kali aku!” Singanya ternyata turunan Batak.

“Gampang lah ketua, rusa untuk mu, zebra untukku, dan kelinci kecil itu cukuplah untuk Rubah…”

BHHUGGGG… Sebuah pukulan mendarat ke perut serigala. “Macam apa kau buat pembagian begitu?! Rubah! Coba kau sajalah yang bagi. Awas kalau tak adil!” Singa marah akibat pembagian Serigala yang dinilai tak adil.

“Begini saja ketua, kelinci untuk sarapan ketua, zebra untuk makan siang ketua, dan rusa untuk makan malam ketua. Bagaimana ketua?”

“Ahhhh… Suka kali aku sama ide kau Rubah. Begitu adil dan cerdas…”

BHUGGG… Sekali lagi pukulan singa menghajar serigala, “Nah macam itulah harusnya kau bikin pembagian Srigala, adil!”

Begitu lah kisah gerombolan singa, serigala, dan rubah. Pesan moralnya silakan lah  Tuan Nyonya kira-kira sendiri.

Suatu hari lainnya setelah insiden pembagian jatah makan tersebut, Singa sakit. Demam tinggi begitulah. Singa kok demam ya? Tapi biar ceritanya tetap jalan ya kita lanjut saja. Semua hewan sudah datang membezuk Singa, kecuali Rubah. Bukan… bukan si Rubahnya masih terkurung di kulkas, bukan… memangnya teka-teki yang macam ituuu… Ini kan cerita.

Ya jadi semua hewan sudah datang membezuk singa kecuali rubah. Mengetahui hal itu, singa marah luar biasa. “Mana si rubah itu kenapa tak tengok aku dia!”

Serigala yang dendam kepada rubah akibat peristiwa pembagian makanan tersebut, membisiki singa, mau ngompori ini ceritanya. “Ketua, rubah itu sepertinya sudah berkhianat. Sudah tak menganggapmu sebagai raja hutan lagi…”

Grrrr… Emosi singa tersulut karena dipanasi begitu.

Tak lama berselang, rubah datang dengan tampang tak berdosa, “Maaf ketua, saya baru bisa bezuk ketua…”

“Darimana saja kau ha?! Sudah tak menganggap aku raja hutan lagi??? Serigala bilang kau sudah mau berkhianat.”

Sadar bahwa ia telah dijerumuskan oleh serigala, si rubah coba cari akal, ini rubah atau kancil ya?

“Maaf ketua, saya sebenernya terlambat bukan karna berkhianat, tapi justru karena saya peduli pada ketua, saya mencari-cari tabib dan obat untuk ketua. Sesudah diberitahu oleh tabib, makanya saya baru kesini.”
Singa yang ternyata galak tapi mudah tersentuh itu mulai mereda, “Kalau begitu cepat kau beri tahu aku apa itu obatnya? Sudah tak tahan lagi aku demam begini.”

“Tabib itu bilang, obat demam untuk singa adalah otot yang terdapat di betis serigala…”Rubah menjawab kalem.

Karena sudah tak tahan dengan sakit dan sangat ingin sembuh, tanpa pikir panjang si Singa langsung menerjang dan menggigit betis serigala dengan buas. Rrrooaaarrrr…..

Begitulah kisah singa, serigala, dan rubah. Pesan moralnya kembali silakanlah Tuan Nyonya cari sendiri ya.  


Partnership Garuda Indonesia Airways dengan Liverpool FC

Kerjasama antara Garuda IA dengan Liverpool FC sudah terjalin lebih setahun, tapi saya baru mau bahasnya sekarang. Telat juga gapapa ya. Karena saya dulu nggak tertarik dengan beritanya, karena saya kan Gooners, bukan Liverpudlian.

Dari sekian banyak tim-tim yang sedang jaya sekarang, kenapa Garuda malah memilih bekerjasama dengan Liverpool? Yang kita tau (mungkin juga nggak) bahwa prestasi mereka satu dekade ini nggak terlalu bagus.

Asumsi saya, ini tak lain karena Garuda Indonesia mencoba menyesuaikan dengan target pasar mereka. Begini, saya punya keyakinan bahwa pada tiap era, akan ada klub-klub baru yang muncul, yang ngetop, dan digilai oleh fans-fans mereka yang masih muda atau baru kenal sepakbola. Begitu suka suatu klub atau pesepakbolanya, jarang yang kemudian mengganti klub/pemain favorit mereka.  

Liverpool ini, mencapai jaya di era 2-3 dekade sebelum ini. Maka yang jadi Liverpudlian Indonesia saat ini adalah mereka-mereka yang masih bocah pada masa-masa jaya Liverpool tersebut. Terus apa hubungannya? Nah itu dia, bocah-bocah Liverpudlian pada 2-3 dekade lalu sekarang ini telah berada pada usia yang produktif, yang telah bekerja, memiliki kepentingan bisnis dan urusan lainnya yang membutuhkan akomodasi penerbangan. 

Dengan bekerjasama dengan Liverpool yang jarang diidolai anak-anak jaman sekarang, Garuda berharap dapat menstimulus emosi para Liverpudlian yang sekarang sudah bangkotan untuk memilih penerbangan mereka. 

Akan sangat salah sasaran misalnya, jika Garuda memilih bekerjasama dengan contohnya Manchester City.Tim ini adalah karbitan untuk urusan prestasi, dan para fansnya ya abg-abg jaman sekarang, kalau bekerjasama dengan Man City, target market mereka tentu nggak terlalu 'ngeh', apalagi jadi tertarik dengan kerjasama yang dilakukan oleh Garuda. 

Begitu kira-kira asumsi saya. Semoga bermanfaat. Bye.. 


Doa

Ini tentang doa, tentang apa sepatutnya yang kita per-doa-kan. Saya membagi dua untuk hal ini. Pertama ada kalangan, yang menilai bahwa isi doa itu tak sepantasnyalah mengharapkan hal-hal riil duniawi seperti materi. Bagi kalangan pertama ini doa itu hanya patut berisi substansi dari doa, seperti cukuplah kita memohon rizki, jangan kemudian dispesifik berdoa minta mobil. Karena, menurut mereka, tidak selayaknya kita mengharapkan hal-hal material duniawi yang sepele kepada  Tuhan Yang Maha Agung. “Tidak adakah doa lain yang lebih mulia dan berbobot apa?! Nggak etis berdoa begituan” Mungkin kira-kira begitu.

Kalangan kedua, kebalikannya, justru menganjurkan doa itu sejelas-jelas mungkin, dan bahkan termasuk hal-hal sepele duniawi. Seperti kalau misalnya berkeninginan punya mobil, maka ya mintalah mobil. “Kalau nggak ke Tuhan ke siapa lagi dong, masak sama manusia?!” Mungkin kira-kira begitu tanggapan dari kalangan kedua ini.

Coba kita ambil jalan tengah,karena dua-duanya sama benar kan? Bahkan ajaran Ibu saya, jangankan konten apa yang kita doakan, sebaiknya kita juga berdoa supaya diberi petunjuk oleh Tuhan apa yang sebaiknya kita mohonkan kepada-Nya.

Balik lagi, contoh kasus doa yang meminta materi atau hal pasti duniawi, anggaplah ingin mobil. Maka ya berdoalah supaya Tuhan mengabulkannya. Tapi di sini perlu dicatat, bahwa kita semua sudah paham Tuhan tidak akan serta merta langsung mendatangkan mobil di garasi kita, melainkan dengan upaya serta usaha. Itu konsep. Untuk bisa punya mobil ya kita perlu punya pendapatan, maka juga jangan lupa berdoa supaya kita memiliki pekerjaan yang layak, yang berkah.

Pekerjaan yang layak juga akan datang jika kita mampu, maka juga berdoalah supaya kita diberi pemahaman, mampu menghadapi persoalan-persoalan. Kita juga perlu sehat untuk dapat berkarya kan? Maka berdoa jugalah untuk senantiasa diberi kesehatan, dijauhi dari penyakit-penyakit, dan jika sakit, berdoalah supaya sakit tersebut menjadi pengampun dari kesalahan kita. Supaya tak sakit kita juga perlu mendapat asupan gizi yang baik, maka berdoalah juga supaya makan minum kita itu adalah yang halal, yang mendatangkan kesehatan, bukan penyakit.

Belum lagi, ketika berdoa minta mobil dan hal-hal pendukungnya, perlu juga kita berdoa pasca realisasinya. Istilahnya bener gitu gak? Maksud saya, kita juga perlu berdoa seandainya mobil tersebut kemudian terkabul, maka juga berdoalah agar kemudian mobil tersebut mendatangkan manfaat, tidak terbebani dan membebani dengan adanya mobil tersebut, dan membuat kita bertambah syukur dan menambah keimanan.

Terlihat kan, meski hanya minta mobil, duniawi, tapi juga sepertinya tidak bisa serta merta hanya berdoa dan mengupayakan itu tok. Metode yang sama saya rasa berlaku untuk doa-doa lainnya, disesuaikan.

Tapi juga, hidup bukan semata-mata materi. Ini kemudian saya mendukung kalangan pertama. Jangan kemudian kita cuman berdoa hal-hal duniawi. Ada akhirat yang kekal. Jadi berdoa pula lah untuk hal tersebut. Kita perlu berdoa agar dosa-dosa diampuni, berdoa agar dijauhi dari dicelakai dan mencelakai orang. Berdoa agar wafat khusnul khotimah, dilapangkannya kubur, dan dijauhi dari siksa neraka. Dikumpulkan di surga dengan para anbiya, keluarga yang dicintai, dapat bertemu langsung dengan Dia yang Maha Pencipta.

Bahwa iman itu juga adalah suatu rizki, anugrah, suatu kenikmatan, juga perlu kita berdoa supaya tetap berada dalam keimanan yang kokoh. Mendapat ketenangan batin, mendapat kenikmatan dalam beribadah juga. Hal-hal seperti itu layak kita doakan juga.  

Tak lupa, juga doakan orang lain, utamanya sholawat dan para sahabat, orang tua, kerabat, saudara, tetangga, mendoakan kebaikan bagi yang zalim, dan sebagainya. Dan juga jangan mendoakan keburukan-keburukan. Untuk hal apapun, untuk siapa pun.


Doa juga adalah ibadah, itu juga adalah wujud keyakinan kepada siapa kita menghamba. Paling nggak semua hal itu lah yang saya pahami tentang per-doa-an ini, berdasarkan ilmu dan pengalaman yang saya dapati. Mari saling mendoakan agar jadi lebih baik  ^_^