Kenapa Harus Memilih

Suatu hari, si Denny berdiskusi dengan ibunya, ceritanya mau minta restu buat nikah:

Denny : Bu, aku sudah nemu jodoh.
Ibu      : Alhamdulillah... Macam mana orangnya?
Denny : Beuhhh... Mantap kali Bu, pastilah Ibu juga akan jatuh hati pada calon mantu Ibu nanti tu... 
Ibu      : Kenapa? Rancak kah? Baik budi pekertinya?
Denny : Bukan cuma itu Ibu, orangnya cakep, ramah, pintar, jago masak, nggak matre, keluarganya terpandang.
Ibu      : Ya ampunnn... Pasti senang ketemu sama dia. Kapan kau ajak kerumah?
Denny : Iya laa... Besok malam bisa kan Bu.. 
Ibu      : Iya bisa, Ibu sudah tak sabar mau ketemu calon mantu. Omong-omong namanya siapa?
Denny : Namanya Basuki Bu, cakep deh... Ganteng, kulitnya putih. 

Man, kalau kalian jadi orang tua, apakah kalian akan biarkan si bujang Denny ini memilih Basuki sebagai jodohnya? Kalau kita analisa, si Basuki ini kan luar biasa sempurna sebagai pasangan. Dari sekian banyak kriteria, semuanya sempurna kecuali satu: dia juga bujang seperti Denny. Bagus kan? cuma punya satu kekurangan dari sekian banyak kriteria. 

Kalau ada yang jawab iya. Oke, masalah selesai. Tapi bagi yang menolak, saya tebak tentu karena ada satu hal prinsipal yang tidak sesuai syarat dari pribadi si Basuki ini. Bahkan, jika seandainya cuma tinggal satu wanita di dunia sebagai calon si Denny dan satu laginya ada Basuki yang sempurna ini, pastilah kalian lebih merestui jika Denny memilih perempuan yang tinggal satu itu, meskipun tidak terlalu cakep, kalau masak kari tapi manis, boros jajan, suka jutek, daripada si Basuki yang sempurna. Ya nggak ya?

Udah, itu aja sih. Saya cerita ini ga ada kaitannya dengan pemilihan pemimpin secara langsung. Ga ada hubungannya dengan keyakinan saya bahwa dalam memilih apapun, pasti kita memiliki suatu kriteria dasar/utama yang itu sifatnya mutlak, tak bisa dilanggar atau dinego. Entah itu milih kendaraan yang dimau, milih gadget, milih pasangan, ataupun memilih pemimpin dan yang lainnya. 

Mau punya guber... eh mantu yang sempurna tapi nilai-nilai nurani mu jadi compang-camping? Entah kecuali jika memang sebenarnya tidak berfondasi. He. 

Tidak ada komentar: