Semacam Panduan Khotbah Jumat (II)

Dari sudut kesenangan saya pribadi, maka ini sekadar saran yang saya punya bagi para khotib. Janganlah karena antusiasnya, anda membawakan materi yang ‘terlalu megah’. 

Sebagai contoh, ada ustad di masjid komplek,  kalau  ngasih kotbah itu menggunakan ‘bahasa langit’, jadi isi materinya malah nyangkut di awing-awang.

“Umat manusia pada zaman ini sungguh telah banyak yang lalai dan berbuat kemaksiatan disebabkan moral yang sudah bobrok. Hanyalah dengan pertobatan-pertobatan secara kontinyu dan keseluruhanlah maka Allah akan kemudian memberikan kebaikan-kebaikannya. Menghindarkan manusia dari musibah-musibah. Menurunkan karunianya. …”

Kotbah semacam itu, mendorong rasa kantuk. Bagi saya. 

Bukan menentang apa yang disampaikannya, karena jelas juga saya sangat setuju. 

Tapi, ayolaahh.. |Umat manusia zaman ini banyak dosa dan maksiat| Iya, itu saya juga paham, tapi dosa dan maksiat yang mana, karena yang namanya dosa, telah hadir di bumi bahkan sejak keturunan Adam yang pertama. 

|Pertobatan harus dilakukan secara menyeluruh dan kontinyu| Maksud saya, apa itu tobat yang kontiyu dan menyeluruh itu? 

|Allah akan memberi karunia dan menjauhkan manusia dari musibah| Karunia seperti apa dan musibah yang mana yang dihindarkan dari manusia?

Maka menurut saya, sekali lagi menurut saya, kotbah seperti itu akan lebih hidup dan menarik atensi jamaah jika disampaikan kira-kira seperti ini oleh seorang ustad ketika saya Jumatan di mesjid dekat kantor,

“Saat ini manusia dihadapkan tantangan besar dalam menjalani hidup, kemajuan teknologi, tuntutan ekonomi sehari-hari, membuat manusia rentan melakukan dosa dan maksiat, menyinggung perasaan saudara karena marah, tidak bertegur sapa dengan tetangga karena hal sederhana, atau tindakan mengambil atau menerima harta yang tidak sepantasnya, karena apapun yang kita terima diluar upah adalah sebuah pelanggaran dalam ajaran Islam.”

“Dosa/maksiat itu harus segera ditutup dengan tobat. Meminta maaf pada saudara, memberi salam pada tetangga, karena dalam hadis ‘sesiapa muslim yang bertemu dan saling member salam, maka dosa-dosanya akan diluruhkan’. Tobat juga tentu kepada Allah, istighfar adalah sesederhana tobat. Bisa dilakukan kapan saja dimana saja, sambil menyetir, ketika usai berbincang, sambil menunggu antrian di bank, hendak tidur, sambil baca buku.”

“Allah menurunkan karunianya kepada semua hamba dengan jumlah yang tak terhitung dan ternilai, anak-anak yang patuh dan cerdas, tempat tinggal yang nyaman, makan siang yang terasa lezat, penglihatan yang sempurna, perjalanan pulang dari kantor atau sekolah dan keselamatan sampai di rumah … dst,

Maksud saya, dengan kotbah seperti di atas itu meskipun sederhana, waktu itu saya lihat hanya segelintir jamaah yang tertidur, dan kebanyakan jamaah terlihat sangat tertarik untuk mendengar.

Justru mungkin karena kesederhanaan kandungan kotbahnya. Karena permasalahan yang diangkat dekat dengan keseharian dan terdeskripsi secara jelas. Serta solusi-solusi yang ditawarkan pun cukup simple untuk dilakukan dan aplikatif. 

Bandingkan dengan contoh kotbah yang pertama tadi, bagaimana?

Tidak ada komentar: