Terserah yang Tidak Terserah (Cont.)

Ingat tidak Tuan dan Nyonya ketika dua hari lalu saya nulis (komplen) tentang jadwal futsal yang telah diserahkan terserah kapan dan dimana tetapi ternyata setelah diatur jadwalnya malah minta reschedule?

Jadi akhirnya adek-adek Pojokers tersebut memang mau mengalah dan mencari jadwal ganti ke jam 5 dan mennggunakan lapangan yang biasa dipakai oleh bapak-bapak senior itu. (Artinya setelah itu prinsip terserahnya terlewatkan). 

Jadi waktu bapak-bapak itu minta reschedule sekali lagi kami mencoba minta keyakina bahwa pada jadwal yang dimauinya itu memang bakalan datang dan main ya?
Ok, katanya. 

Tetapi Tuan, kemarin itu, Bapak-bapak itu ga ada satupun yang datang! 
Tim AB pas-pasan pemain.

Di sini, saya dua kali kecewa, pertama karena perkara terserah yang ternyata nggak itu. Kedua, setelah senior-senior itu sendiri yang nentuin jadwal dan lokasi main, malah sama sekali nggak ada yang datang. 
Tau gitu jelas-jelas kan nggak perlu reschedule jadwal. Mpret. 

Udah gitu aja sih, saya sebenernya nggak marah juga. Paling nggak nggak semarah kawan-kawan lain dan kecewanya adek-adek Pojokers tersebut.

Saya jadi ingat lagi tentang perjalanan ke Jogja lalu bareng Angga. Kami itu rekan setipe. Sama-sama pasif. 
Orang-orang yang sesama pasif itu ngumpul mah kagak faedah. Haha. Karna sama-sama ingin terserah aja. Jadi pas mau ngerancang rencana perjalanan sama-sama ga mau tau. Terserah mau ngapain aja mah. Saling lempar tanggung jawab kesannya jadinya. He.

Tapi bagusnya orang-orang pasif seperti kami itu, nggak terlalu komplen jika ternyata sikap 'keterserahan' itu jadinya mengecewakan. Kayak seperti mau nyari makan aja,

"Ntar makan dimana, makan apa?"
"Terserah"
"Pecel ayam yang di sana aja kali ya"
"Sip, boleh"

Dan kemudian ternyata rasa makanannya awur-awuran ya kami terima aja dan nggak komplen, karna kan udah bilang terserah. Untungnya ketika ketemu Anggit di Jogja baru kami terselamatkan. Ada satu orang aktif yang dapat ambil keputusan. Hee.. 

Tidak ada komentar: