Sekilas Nagari Sungayang (1)

Pernah denger Sungayang? Kalau Tuan mau tanya, itu nama Nagari/Desa di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Nagari yang menjadi kampung halaman saya disebabkan adat matriakat di Suku Minangkabau. Secara pribadi, saya merasa ada punya banyak kampung halaman, Sungayang selain disebabkan sistem matriakat, juga masa-masa liburan saya waktu zaman sekolahan sering libur di sana. Dan tiap mudik di sana. Dan keluarga besar yang berasal dan banyak berkumpul di sana. Padang, yang Padang iniii... Karena disinilah saya lahir, darah bertumpah, dan besar juga di sini. Dan bersekolah dan bekerja di sini, dan berkekasih di sini. Oh, Padang. 

Dan karena sempet sebentar waktu hidup di Tangerang, ya itu saya rasai sebagai kampung halaman, juga ketika KKN Kuliah di nagari Air Haji Pesisir Selatan, sempet tiga bulan saja di sana untuk saya dapat merasakan itu sebagai kampung halaman. 

Ya, Islam ku bilang bahwa ia adalah rahmat sekalian alam kan. Sekalian alam yang pernah saya singgahi, itu berkesan dan merahmati diri. Mungkin juga Brunei dan Yunani kedepan hari?

Disebabkan sedang sibuk bersenang-senang, saya bahas bertahap dulu. Karena akan ada banyak Sungayang dari berbagai perspektif saya. Untuk sekarang beberapa hal saja di luar pandangan pribadi. Sebuah soal yang mungkin terbesit dan akan kontoversi, selain kenangan yang bagus-bagus dari pengalaman saya. InsyaAllah di lain waktu. 

Dari cerita yang saya dapati di Buletin Gema Kampung Halaman, sebuah buletin aktif yang terbit dari kampung dan disebar ke seluruh penjuru perantau di Indonesia, hingga selalu bisa terbit lebih dari lima tahun, (semula dari 1995 hingga tahun 2000) yang Alhamdulillah Ibu saya membundelnya dengan baik sehingga sekarang menjadi sebuah catatan sejarah tersimpan, salah satu artikelnya membahas asal nama Sungayang. 

Dibelakang Nagari, ada sebuah selo. Sebutan kampung untuk sungai, kabarnya sih kalau ditelusuri itu sungai bisa sampai menjelang daerah Pekanbaru. Dan sungai itu sendiri saya belum tau darimana berhulu nya. 
Di dekat/sepanjang aliran sungai itu lah masyarakat membuat persawahan, menangkap ikan. Membangun irigasi bantuan alam. 

Dahulunya, tiap istirahat, petani-petani tersebut ambil wudhu di sungai tersebut dan kemudian solat di tanah yang melapang dipinggiran sungai. Petani-petani yang solat/sembahyang di pinggir sungai itu kemudian menjadi awal nama Suangayang, sungai yang sembahnyang. 
Sebuah versi cerita pertama. 

Ada lain cerita, di malam hari, di sekitar selo itu selalu terdengar bayi atau perempuan yang menangis yang suaranya mengiang-ngiang. Jadilah itu Sungayang, sungai yang mengiang.
Versi cerita lainnya. Wallahualam.

Hal lain tentang sejarah Sungayang yang saya kagumi, dari seorang adat yang cerita, bahwa ketika pun Kerajaan Pagaruyung berkuasa, dimana kekuasaannya mencapai Kampar Riau, mendekati Kerinci dan Indrapura. 

Namun sebagaimana pun pengaruh kekuasaan Pagaruyung, Sungayang tidak pernah menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan tersebut. Artinya Sungayang mejadi sebuah wilayah otonom. Saya sendiripun sudah mengecek ke beberapa referensi semacam Tambo adat Minangkabau dan melihat wilayah-wilayah 'jajahan' Pagaruyung, tak satupun nama Sungayang disebut-sebut. 

Maka jika ada upacara besar, penghulu-penghulu di Sungayang duduk sebanding dengan pemimpin kerajaan Pagaruyung, bukan seperti penghulu-penghulu nagari lain yang daerahnya di bawah kekuasaan Pagaruyung. 

Adapun mungkin hal yang berkaitan dengan Sungayang dapat Tuan Nyonya liat dulu di beberapa blog yang juga ada bahas Sungayang ini 
 seperti 
Atau malah ini blognya KUA Sungayang, Meeennnnn... KUA aja bikin blog, siapa tau ke depan ijabkabul penghulunya teleconfrence aja. 

Dan Tuan, saya tulis segini dulu, saya mesti lanjut kegiatan santai saya. Lain waktu InsyaAllah saya sambung lagi ketika ingin.

Tidak ada komentar: