Biarkan Papua Mandiri, Bukan Pembiaran

Papua itu tanah terjajah, terjajah bangsa sendiri. Bangsa sendiri yang diperkuda bukan pula oleh negara lain, tapi hanya sebuah perusahaan asing. Hebat nian itu perusahaan bisa menundukkan legitimasi pemerintahan sebuah negara.
Dulu dosen saya waktu di Jurangmangu pernah cerita tentang mantan mahasiswanya. Mantan mahasiswanya yang sudah pernah menjadi auditor pemerintah. Dibilang 'pernah' karena mahasiswanya itu sudah almarhum.

Almarhum karena ketika mahasiswanya itu melakukan audit lapangan di salah satu lokasi tambang Freeport atau Fuckport atau apalah namanya. Lokasi tambang yang berada di balik hutan belantara Papua, untuk mencapainya dengan gampang musti naik helikopter.

Itu helikopter punya perusahaan, dinaiki oleh auditor pemerintah, dan tentu juga orang dari pihak perusahaan. Saat di atas hutan belantara itulah para auditor didorong keluar dari helikopter. Kasusnya ga selese sampe sekarang.

Maka kalau pacar saya bilang ingin kerja jadi akuntan di Freeport tentu saja saya tidak mau kasih setuju. Takut kena bunuh nggak, karena kan katanya kerjanya di Jakarta. Lagian kan bukan bakalan jadi auditor eksternalnya.

Lebih dari itu, saya ga mau aja pacar saya ikut ambil bagian sebagai penjajah bangsa sendiri.Ntar dikutuki roh moyang Papua jadi patung asmat kan berabe..

Jadi itulah, sayang sekali pemerintah kita kayaknya melakukan pembiaran. Pembiaran yang kalau terus-terusan akan jadi permasalahan sosial yang makin akut. Lagi saya pikir kalau pemerintah merasa berat ngurusin Papua dan nanggung-nanggung membiarkan masalah begitu, ya biarkan saja mereka merdeka. Hidup dengan soul n value nya sendiri yang tak akan pernah dipahami Jakarta.

Hidup Papua, oh merdekalah selalu

Tidak ada komentar: