Jakarta Kita

Bentar lagi pemilukada Jakarta. Urusan saya apa? Keturunan Betawi bukan, domisili di Jakarta juga nggak. Ah, Jokowi kan juga begitu kakaaakk... Dia bukan Betawi, tinggal juga masih di Solo. Tapi kan Jakarta bukan hanya Betawi, seperti kita tau bahwa Jakarta itu representasi Indonesia, yang di dalamnya 28% penduduk Indonesia tumplek blek di sana.

Oh itu Jakarta, ibu kota dari segala ibu kota. Ibu kota politik, ibu kota hiburan, ibu kota bisnis, ibu kota pendidikan, dan berbagai ibu kota lainnya lah.

Kira-kira tahun 1975, Soekarno mengusulkan ide pemindahan ibu kota Indonesia, Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan, karena letaknya yang di tengah-tengah kondisi geografis Indonesia, sehingga pemerataan pembangunan bisa seimbang antara wilayah barat dan timur. 

Seakan Soekarno telah menerawang bagaimana kondisi Jakarta puluhan tahun berikutnya. Padahal pada itu Jakarta tengah jaya-jayanya untuk bergeliat menjadi megapolitan. Berkat gubernur saat itu, Ali Sadikin, yang diklaim sebagai gubernur paling sukes di DKI, (nomor dua nya sih kabarnya Bang Yos). 

Ali Sadikin sukses menjalankan pembangunan ibu kota dengan bangunan-bangunan baru dan megah, jalan-jalan dan berbagai infrastruktur lainnya yang bagus di banding kota-kota besar lain di Indonesia saat itu. Dapat duit darimana?

Karna meskipun Jakarta mendapat jatah lebih sendiri yang disebabkann statusnya sebagai ibu kota negara, tak lain karena kebijakan fenomenal Bang Ali dengan melegalkan dunia hitam seperti judi, prostitusi, dll. Hal positif duniawi dapat berjalan baik bagi Jakarta.  

Pemasukan dari bisnis perjudian luar biasa besar kontribusinya, dan dari lokalisasi di kramat tunggak aktifitas wanita bayaran di klaim lebih terkontrol. Dan ya itu juga, dari pemasukan aktivitas-aktivitas seperti tersebutlah yang digunakan untuk pembangunan Jakarta. 

Sekarang beginilah  hasil kekuatiran Opa Karno, Jakarta yang tak perlu lah saya jelaskan. Bagus namun semwarut bukan hanya dari segi fisik namun juga chaos dari segi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakatnya. Setujukah?

Nah, ini hipotesis ngasal dan ngawur saya aja. Kita tentu tau bahwa kalau kita secara pribadi menggunakan/mengkonsumsi sesuatu yang haram, baik itu dari segi unsur maupun perolehannya, maka akan menghalangi kebaikan kan ya? 

Gitu juga saya menyeolah-olahkan Jakarta, karena dibangun dari duit yang perolehannya nggak benar secara agama, (meskipun legal secara hukum), ya hasilnya begitu. Pembangunannya nggak barokah. Ya seperti jakarta kita sekarang ini lah. Kondisi kota dan masyarakatnya yang menjadi lahan nafkah oleh  kartunis Benny  &  Mice. Sesuaikah kita punya pandangan?

Ah, sebagian Tuan & Nyonya kan akan mengatakan "ih, malaysia saja yang negara Islam punya genting highland  yang melegalkan judi dan prostitusi, ga napa-napa kok?!" 

Aduh, saya mah nggak tau juga ya. Tapi tak cukupkah Jakarta kita ini jadi bukti?



Tidak ada komentar: